Minggu, 26 Juni 2011

• HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA TATA USAHA
NEGARA

v Pengertian

q Istilah “acara” > proses penyelesaian perkara melalui pengadilan (hakim).

q Hukum acara merupakan hukum

formal, bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hukum materialnya.,

sebagai salah satu unsur peradilan.

q Peradilan tanpa hukum material akan lumpuh karena tidak tahu apa yang akan dijelmakan. Demikian pula peradilan tanpa hukum formal akan menjadi liar sebab tidak ada batas yang jelas mengenai wewenangnya.

Pengertian

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) adalah peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara Tata Usaha Negara melalui pengadilan, sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan

Pengertian

Pengaturan hukum formal bisa dengan dua cara, yaitu:

1. Diatur bersama dengan hukum materialnya. Ketentuan mengenai prosedur berperkara diatur bersama dengan hukum materialnya atau dengan susunan, kompetensi badan peradilan dalam bentuk undang-undang atau peraturan lain. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara sebagai pelaksana Pasal 12 UU No.14 Tahun 1970 diatur bersama dengan hukum materialnya.

2. Prosedur berperkara diatur tersendiri dalam bentuk undang-undang atau peraturan lainnya.

Karakteristik Peradilan Tata
Usaha Negara

Salah satu unsur Peratun adalah pihak-pihak. Salah satu pihak adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam kedudukannya dan bertindak berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Adininistrasi Negara) dalam menjalankan tugas pelayanan umum

Lanjutan

q Para pihak mempunyai kedudukan yang

sama derajatnya dimuka hukum.

q Hakim peradilan Tata Usaha Negara harus

memperlakukan kedua belah pihak itu

sama dan adil.

q Begitu pula dalam hal pengajuan alat bukti,

keterangan dan pendapat, para pihak harus

mengetahuinya, dan tidak dibenarkan

hakim menerima alat bukti, keterangan dan

pendapat salah satu pihak sebagai hal yang

benar tanpa diketahui oleh pihak lainnya

dan di luar persidangan.

Lanjutan

q Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan berdasarkan ketentuan perundang-undangan baik secara langsung (atribusi) maupun pelimpahan (delegasi atau subdelegasi) serta mandat dan kebebasan bertindak yang dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah Freies Ermessen.

q Salah satu tindakan badan atau pejabat Tata Usaha Negara adalah ketetapan, yaitu keputusan tertulis yang mempunyai akibat hukum bagi yang terkena.

Lanjutan

q Tidak jarang terjadi bahwa tindakan badan atau pejabat Tata Usaha Negara melanggar batas, sehingga menimbulkan kerugian bagi yang terkena. Hal demikian ini disebut perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).

q Keadaan seperti ini dapat menimbulkan sengketa dan harus diselesaikan.

q Apabila segala usaha untuk menyelesaikan sengketa telah dilakukan dengan musyawarah namun tidak berhasil, maka instansi terakhir bagi pencari keadilan adalah pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara.

Keaktipan Hakim

q Menurut teori hukum publik, dalam hal mencari kebenaran hakim diberi wewenang besar dalam arti hakim harus aktif.

q Keaktifan tertuju pada hal-hal berikut ini:

Ø Gugatan ultra petita. Gugatan ultra petita tidak dilarang, sehingga hakim dapat menambahkan apa yang diminta.

Ø Ketetapan para pihak. Hakim dapat memperbaiki apa yang telah ditetapkan oleh para pihak misalnya memperbaiki fakta yang tidak didalilkan oleh para pihak. Hakim tidak terikat pada fakta yang telah ditetapkan oleh para pihak dan tidak diragukan. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan cermat, hakim ex officio dapat menolak sebagai fakta yang tidak perlu ditetapkan.

lanjutan

q Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara tidak dikenal gugatan balik

(rekonvensi) seperti dalam Hukum Acara

Perdata karena yang digugat adalah

sengketa Tata Usaha Negara:

q Penggugat harus individu atau badan hukum

perdata.

q Tergugat harus Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara.

Asas-ASaS Hukum Acara Peratun

Asas praduga sah menurut hukum

Asas pembuktian bebas

Asas keaktifan hakim

Asas erga omnes

Asas peradilan cepat, murah, sederhana

Asas kesatuan beracara

Asas musyawarah

Asas kekuasaan kehakiman yang merdeka

Asas keterbukaan

Asas putusan adil

Kompetensi Peradilan Tata Usalia
Negara

q Kompetensi adalah kewenangan

pengadilan untuk

memeriksa/mengadili perkara

berdasarkan ketentuan undangundang.

q Kompetensi pengadilan ada dua

macam, yaitu kompetensi absolut dan

kompetensi relatif.

Kompetensi absolut

Kompetensi absolut adalah kewenangan

memeriksa/mengadili perkara berdasarkan

pembagian wewenang/tugas (atribusi

kekuasaan).

Kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha

Negara diatur dalam Pasal 47 UU No.5

Tahun 1986: “Pengadilan bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Negara”.

Kompetensi absolut

Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul

dalam bidang TUN antara orang atau badan

hukum perdata dengan Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara, baik di Pusat maupun di

Daerah sebagai akibat dikeluarkannya

keputusan Tata Usaha Negara, termasuk

sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1

angka (4) UU No.5 Tahun 1986).

Dengan demikian, keputusan Tata Usaha

Negara merupakan dasar lahirnya sengketa

Tata Usaha Negara.

Keputusan Tata Usaha Negara

adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara yang berisi

tindakan hukum TUN berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang bersifat konkrit,

individual, dan final yang

menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata

Termasuk Keputusan TUN

q Apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.

q Jika suatu Badan atau Pejabat TUN tidakTermasuk mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dlm peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

q Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan

Tidak termasuk Keputusan TUN

q Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini:

q Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

q Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;

q Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

q Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

q Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

q Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;

q Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

Pengecualian sengketa Tata Usaha
Negara

q adalah keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:

1. dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kompetensi relatif

q adalah kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian daerah hukum (distribusi kekuasaan).

q Kompetensi relatif Peradilan Tata UsahaNegara adalah kewenangan Pengadilan TUN, PT TUN untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN berdasarkan pembagian daerah hukum.

q Contohnya : Pemilik Hotel Rina di Bandar Lampung menggugat Walikota Bandar Lampung karena mengeluarkan surat keputusan penutupan atau pembongkaran.Kasus ini tergolong kompetensi relatif Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di Bandar Lampung. bukan di Medan atau Jakarta

Wassalam

Sekian dan Terimaksih

MATERI KULIAH HAN 2 (44)

HAN II

Merupakan matakuliah lanjutan dari HAN I

Mempelajari hukum administrasi Indonesia terkait dengan sistem pemerintahan setelah amandemen UUD 1945.

PERTANYAAN MENDASAR

Mengapa dalam konteks negara dibutuhkan hukum administrasi?

Apa arti hukum administrasi itu bagi sebuah negara?

Bagaimana negara itu jika tanpa hukum administrasi?

Bagaimana kemunculan hukum administrasi dalam konteks negara?

NEGARA, HUKUM, DAN HAN

Kemunculan negara merupakan kehendak bebas warga yang ingin hidup bersama dalam satu wilayah dan pemerintahan agar kebutuhan hidup akan rasa aman, damai, dan sejahtera dapat terwujud.

Sejak pertumbuhan dan perkembangannya, negara sebagai satu konsep hukum dan politik mengalami bentuk atau karakter yang berbeda-beda sejauh konfigurasi politik yang mengitarinya. Hal ini dapat terlihat dalam perkembangan konsep negara mulai dari political State, Legal State, Welfare State, Freies Ermessen.

Embrio kemunculan HAN terjadi dalam proses transisi Legal State ke Welfare State, pembentukan yang kongkret pada Freies Ermessen.

Apa itu NEGARA?

1. George Gelinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berkediaman dalam wilayah tertentu.

2. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsa sendiri.

3. Roger F Soultau
Negara adalah alat (agency) atau wewenang atau authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama nasyarakat.

4. Carl Schmitt
Negara adalah sebagai suatu ikatan dari manusia yang mengorganisasi dirinya dalam wilayah tertentu.

Perkembangan HAN dalam konteks dinamika negara

Pengertian

Political state: satu konsep negara yang tergambar pada Abad Pertengahan (abad XV) dimana kekuasaan raja belum mengenal pembagian kekuasaan di antara fungsi-fungsi yang diemban sehingga watak pemerintahannya totaliteristik. Wacana baru muncul sekitar abad XVII, dimana legislasi harus diambil dari kekuasaan raja. Di abad ini pula muncul wacana kontrak sosial.

Legal state: di abad XVIII wacana perlunya pembagian kekuasaan mendapat perhatian. Para tokohnya John Locke, Montesqueiu, Immaneul Kant, yang kemudian melahirkan istilah Trias Politika, HAM, Demokrasi, dan Konstitusionalisme. Legal State melahirkan konsep negara statis, dimana raja hanya penjaga malam sebagai implementor UU. Efek dari sistem ini, kelompok borjuis menguasai dominasi ekonomi dan politik melalui suply kapital. Di sisi lain, terjadi gab ekonomi yang luar biasa sehingga melahirkan gerakan-gerakan sosial untuk merubah sistem ke arah pemerataan ekonomi.

Welfare state: konsep kenegaraan abad XIX, yang menginginkan peran negara diperluas agar tidak terjadi monopoli dan dominasi kekuasaan oleh para kaum elit. Era ini, wacana negara menghendaki perluasan kekuasaan atau yang dikenal dengan negara material dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan. Beberapa langkah yang diambil dalam sistem negara untuk mendukung cita itu:

1. Perlindungan HAM secara konstitusional;

2. Kemandirian kekuasaan kehakiman;

3. Pemilu yang jurdil;

4. Kebebasan berpendapat;

5. Kebebasan berserikat;

6. Pendidikan kewarganegaraan.

Freie Ermessen: satu konsep kenegaraan dimana pemerintah diberi ruang bebas untuk membuat kebijakan atau turut campu dalam bidang sosial demi kepentingan umum seperti izin, pertanahan, pendidikan, bantuan kesehatan, dll.

Perluasan kewenangan ini dimaklumi karena jika mengandalkan UU semata, hal itu sangat sulit. Konsekuensi perluasan kewenangan ini pula maka eksekutif juga memiliki kekuasaan regulatif.

Kewenangan di luar inisiatif atau delegatif, juga terdapat kewenangan menafsirkan (memperluas atau mempersempit) sendiri mengenai ketentuan-ketentuan yang bersifat enunsiatif (droit function).

Akan tetapi ketiga macam pemberian kewenangan itu tidak berarti pemerintah boleh sewenang-wenang (detournement de pouvoir) atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad).

Pelanggaran atas semua itu diancam dengan gugatan ke PTUN.

HAN dalam konteks Indonesia

Indonesia merupakan negara hukum material yang ditandai oleh perluasan kewenangan Pemerintah (eksekutif) untuk mencapai kesejahteraan umum sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yang dalam rangka itu ia mememiliki kewenangan regulatif atas dasar inisiatif, delegatif, dan droit function.

Secara historis, manifestasi negara Indonesia muncul di abad modern bersamaan munculnya gelombang demokrasi di negara-negara berkembang di Asia menentang kolonialisme. Ciri negara modern adalah dianutnya konsep welfare state guna mengangkat persoalan kesejahteraan negara terbelakang. Di samping itu warisan sistem hukum administrasi Belanda juga sangat berpengaruh dalam sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan prinsip konkordansi.

Sistem trias politika juga berpengaruh dalam sistem pembagian kekuasaan, meski praktiknya organ negara tidak hanya tiga lembaga itu saja melainkan terdapat organ lain dengan kedudukan dan fungsi yang beragam.

STRUKTUR KETATANEGARAAN RI

Sistem Pemerintahan Indonesia

Sistem ketatanegaraan kita pasca amandemen UUD 1945, sesungguhnya mengandung dimensi yang sangat luas, yang tidak saja berkaitan dengan hukum tata negara, tetapi juga bidang-bidang hukum yang lain, seperti hukum administrasi, hak asasi manusia, kekuasaan kehakiman, pemerintahan daerah, dan impeachment, dan lain sebagainya.

Dimensi perubahan itu juga menyentuh tatanan kehidupan politik di tanah air, serta membawa implikasi perubahan yang cukup besar di bidang sosial, politik, ekonomi, pertahanan, bahkan hubungan internasional.

Kesepakatan dasar dalam Amandemen terdiri dari lima butir, yaitu:

1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;

2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Mempertegas sistem pemerintahan Presidensiil;

4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal;

5. Perubahan dilakukan dengan cara addendum.

Karakteristik sistem pemerintahan Indonesia Pascaamandemen UUD 1945

1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.

2) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.

3) Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 – 2009.

4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden.

5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

7) Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.

Adapun beberapa variasi dari
Sistem Pemerintahan Presidensial adalah:

1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.

2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.

3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.

4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran).

Korelasi antara Sistem Pemerintahan, Negara Hukum, dan Hukum Administrasi Negara

Konsep negara hukum sangat terkait dengan sistem hukum yang dianut oleh suatu negara. Secara teori, Philipus Hadjon menyebutkan ada tiga macam konsep Negara Hukum yakni Rechstaat, Rule of Law, dan Negara Hukum Pancasila. Bagi Negara Hukum Indonesia istilah negara hukum secara jelas telah diatur tegas dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.

Menurut Moh. Mahfud MD da SF Marbun pengertian Hukum Administrasi Negara yang luas terdiri dari tiga unsur, pertama Hukum Tata Pemerintah (Hukum mengenai kekuasaan untuk melaksanakan Undang – Undang), kedua Hukum Administrasi Negara sendiri dalam arti sempit (tugas – tugas yang ditetapkan dengan Undang – Undang sebagai urusan negara), dan terakhir Hukum Tata Usaha Negara (mengenai surat menyurat, rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumen, pelaporan dan statistik, tatacara penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan nikah, talak, rujuk, publikasi, penerbitan – penerbitan negara). Tak dapat disangkal HAN (Hukum Administrasi Negara) seperti tentakel gurita yang menyentuh hampir semua aspek Pemerintah, selain itu HAN juga merupakan ujung tombak pemerintah dalam mewujudkan good governance, sebab HAN merupakan bagian dari hukum publik karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah umum (kolektif).

Satjipto Raharjo, Hukum Progresif merupakan titik temu diantara ketiganya. Model hukum progresif menitik beratkan bahwa, hukum itu untuk manusia, dan bukan manusia untuk hukum. Gagasan beliau memang merupakan lawan dari positivisme hukum, karena beliau berkeyakinan bahwa positivisme hukum tidak dapat dijadikan jaminan untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan secara seimbang.

Lembaga-lembaga Negara pascaamandemen

Di tingkat pusat, ada 4 tingkatan lembaga:

1. Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan UU, PP, Perpres, dan Keppres.

2. Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU yang ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan PP, Perpres, dan Keppres.

3. Lembaga yang dibentuk berdasarkan PP atau Perpres yang ditentukan lebih lanjut dengan Keppres.

4. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah Menteri.

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UU

Proses pemberian kewenangan lembaga ini melibatkan peran DPR dan Presiden. Atau dalam hal-hal tertentu melibatkan DPD.

Lembaga-lembaga tersebut: Kejaksanaan Agung, BI, KPU, KPK, Komisi Penyiaran Indonesia, PPATK, Komnas HAM, dll.

Karena itu tidak dapat diubah atau dibubarkan kecuali dengan mengubah atau mencabut UU nya.

Lembaga-lembaga yang dibentuk berdasarkan Presidential policy

Pengaturan lembaga ini cukup dituangkan dalam Peraturan Presiden yang bersifat Regeling dan pengangkatannya anggotanya dilakukan dengan Keputusan Presiden yang bersifat Beschikking.

Bahkan terdapat pula lembaga yang kedudukannya lebih rendah. Lembaga ini kewenangannya diatur berdasarkan peraturan setingkat menteri.

Kedudukan lembaga negara bantu

Kemunculan lembaga negara yang dalam pelaksanaan fungsinya tidak secara jelas memosisikan diri sebagai salah satu dari tiga lembaga trias politica mengalami
perkembangan pada tiga dasawarsa terakhir abad ke-20 di negara-negara yang telah mapan berdemokrasi, seperti Amerika Serikat dan Perancis
.

Banyak istilah untuk
menyebut jenis lembaga-lembaga baru tersebut, diantaranya adalah state auxiliary institutions atau state auxiliary organs yang apabila diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia berarti institusi atau organ negara penunjang
.

Kedudukan lembaga-lembaga ini tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun, tidak pula lembaga-lembaga tersebut dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta ataupun lembaga non-pemerintah yang lebih sering disebut ornop (organisasi non-pemerintah) atau NGO non-governmental
organization). Lembaga negara bantu ini sekilas memang menyerupai NGO karena berada di luar struktur pemerintahan eksekutif. Akan tetapi, keberadaannya yang bersifat publik, sumber pendanaan yang berasal dari publik, serta bertujuan untuk kepentingan publik, membuatnya tidak dapat disebut sebagai NGO dalam arti sebenarnya. Sebagian ahli tetap mengelompokkan lembaga independen semacam ini dalam lingkup kekuasaan
eksekutif, namun terdapat pula beberapa sarjana yang menempatkannya secara tersendiri sebagai cabang keempat dalam kekuasaan pemerintahan
.

Secara teoritis, lembaga negara bantu bermula dari kehendak negara untuk membuat lembaga negara baru yang pengisian anggotanya diambil dari unsur non-negara, diberi otoritas negara, dan dibiayai oleh negara tanpa harus menjadi pegawai negara. Gagasan lembaga negara bantu sebenarnya berawal dari keinginan negara yang sebelumnya kuat ketika berhadapan dengan masyarakat, rela untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengawasi.

Faktor lain yang memicu terbentuknya lembaga negara bantu adalah terdapatnya kecenderungan dalam teori administrasi kontemporer untuk mengalihkan
tugas-tugas yang bersifat regulatif dan administratif menjadi bagian dari tugas lembaga independen. Berkaitan dengan sifatnya tersebut, John Alder mengklasifikasikan
jenis lembaga ini menjadi dua, yaitu: (1) regulatory, yang berfungsi membuat aturan serta melakukan supervisi terhadap aktivitas hubungan yang bersifat privat; dan (2)
advisory, yang berfungsi memberikan masukan atau nasihat kepada pemerintah
.

Jennings, sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and Administrative Law, menyebutkan lima alasan utama yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga negara bantu dalam suatu pemerintahan, alasan-alasan itu adalah sebagai berikut.

1. Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan budaya dan pelayanan yang bersifat personal yang diharapkan bebas dari risiko campur tangan politik.

2. Adanya keinginan untuk mengatur pasar dengan regulasi yang bersifat non-politik.

3. Perlunya pengaturan mengenai profesi-profesi yang bersifat independen, seperti profesi di bidang kedokteran dan hukum.

4. Perlunya pengadaan aturan mengenai pelayanan-pelayanan yang bersifat teknis.

5. Munculnya berbagai institusi yang bersifat semiyudisial dan berfungsi untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution/
alternatif penyelesaian sengketa
).

Tugas Pemerintah

Indonesia merupakan negara hukum material/dinamis yang termasuk dalam kategori welfare state karena itu tugas Pemerintah sangat luas dan dinamis pula.

Keluasan itu terkait dengan tata pelaksanaan UU; pengurusan rumah tangga negara; dan tata usaha negara yang lain seperti surat menyurat, rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan statistik, tata cara penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, nikah, talak, rujuk, dan publikasi penerbitan negara lain.

Instrumen Hukum Administrasi

Menunggu hasil tugas mahasiswa.

HUKUM KEPEGAWAIAN

Obyek Hukum Kepegawaian adalah hukum yang berlaku bagi pegawai yang bekerja pada administrasi negara sebagai pegawai negeri.

Kriterianya adalah status kepegawaian yang mempunyai hubungan dinas publik. Sementara bagi pegawai swasta tidak memiliki hubungan itu dan mereka diatur dalam hukum perburuhan atau hukum perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam perdata.

Di Indonesia, kepegawaian diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Di dalamnya diatur kedudukan,kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri.

Perlunya Pegawai Negeri

PN mempunyai peranan yang amat penting karena merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara (Lihat Pembukaan UUD 1945 Alenia keempat).

Keempat tujuan itu hanya bisa dicapai dengan adanya pembangunan nasional yang terencana, matang, realistik, terarah, terpadu, bertahap, bersungguh-sungguh, berdaya guna dan berhasil guna.

Tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk membentuk masyarakat adil dan makmur, seimbang materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wilayah NKRI.

Kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional itu terutama sekali tergantung [ada kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung pada kesempurnaan PN.

Hubungan Dinas Publik

Menurut Logemann, adanya hubungan dinas publik bilamana seseorang mengikatkan dirinya untuk tunduk pada perintah dari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan yang dalam melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian gaji dan beberapa keuntungan.

Dengan demikian hubungan dinas publik itu adalah kewajiban pegawai yang bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan dalam beberapa macam jabatan tertentuyang berakibat bahwa pegawai yang berangkutan tidak menolak pengangkatannya dalam satu jabatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah.

Timbul dan berakhirnya hubungan dinas publik bukan tergantung pada pengangkatan atau pemberhentian melainkan ketundukan pada pengangkatan PN atau beberapa macam jabatan oleh Pemerintah.

Segi Hukum Pengangkatan PN

Ada 2 pendapat: 1) merupakan suatu perjanjian kerja, karena ada persesuaian kehendak (kontrak sukarela) antara pegawai dan pemerintah (Logemann, Kranenburg, Vegting, van Praag, Karable, Prins, Buys). 2) merupakan perbuatan hukum bersegi satu yang dilakukan pemerintah yakni merupakan penunjukan terhadap pegawai yang bersangkutan untuk duduk dalam suatu jabatan (Klientjes, van der Pot, van der Grinten, van Urk, Donner).

PENGERTIAN PN

Pengertian stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan oleh UU) tentang PN terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999, bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika di dalam UU No. 8/1974 terdapat dua pengertian PN dimana Pasal 1 menjelaskan hubungan PN dengan hukum administrasi sedangkan Pasal 3 menjelaskan PN dengan Pemerintah selaku unsur apartur negara, maka dalam UU yang terbaru hal itu tidak lagi. Pasal 3 dalam UU No. 43/1999 menjelaskan kedudukan PN selaku aparatur Pemerintah. Selengkapnya bisa dilihat dalam Pasal 3.

KEDUDUKAN PN

Pasal 3

(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.

(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negei harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Kewajiban dan Hak PN

Pasal 4

Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 7

(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya.

(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negei harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.

(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan PP

PEJABAT NEGARA

Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.

Pejabat Negara terdiri dari atas :

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan;

d. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;

e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;

f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;

h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;

i. Gubernur dan Wakil Gubernur;

j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan

k. Pejabat Negara laninya yang ditcnttikan oleh Undang- undang

Status PN ketika menjadi Pejabat Negara:

Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.

Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.

Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.

Perbedaan Pejabat Negara dengan Pegawai Negeri

Pengangkatan Pejabat Negara semata-mata merupakan kekuasaan negara yang sebenarnya, negara hanya formalitas mengesahkan hasil pemilihan, sedangkan pengangkatan Pegawai Negeri melalui penunjukan (Aantelling) oleh pemerintah.

Pejabat Negara mempunyai masa jabatan yang dibatasi dengan periodeisasi tertentu, sedangkan pegawai negeri dapat bekerja terus sampai mencapai usia pensiun. Jadi hubungan dinas pejabat negara dengan negar mirip dengan hubungan kontrak.

Pejabat negara belum tentu aparat pemerintah, sedangkan pegawai negeri adalah aparat pemerintah yang kedudukannyaselalu dikaitkan dengan pangkat.

Perbedaan lain:

Ada golongan pejabat negara yang diangkat bukan dengan pemilihan tetapi diangkat berdasarkan hak prerogatif Presiden (misalnya Menteri).

Ada golongan pejabat negara yang diangkat untuk seterusnya sampai meninggal (seperti hakim agung).

Ada golongan pejabat negara yang diangkat oleh Kepala Negara atas usul DPR (seperti para hakim agung).

Ada golongan pejabat negara yang diangkat berdasarkan hasil pemilihan tetapi harus dimintakan persetujuan Pemerintah Pusat (Seperti gubernur di masa Orba).

Pertanggungjawaban pegawai negeri

1. Pertanggungjawaban kepidanaan (sebagaimana diatur dalam Titel XXVIII buku II, Pasal 413 sampai 437 KUHPidana (tentang kejahatan jabatan), Titel VIII buku III Pasal 552-559 KUHP (Pelanggaran jabatan), dan UU Tindak Pidana Korupsi.

2. Pertanggungjawaban finansial dan kehartaan. Di Perancis mengenai 2 teori: teori Fautes Personalles (diri pribadi pegawai yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga yang dirugikan); teori Fautes de Services Publiques (yang bertanggung jawab dinasnya, baru kemudian dinas meminta pertanggungjawaban pribadi pegawai.

Hukum Keuangan Negara

Pengertian

Menurut Manual Administrasi Keuangan Daerah, Administrasi Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang (baik berupa uang atau barang) yang dapat menjadi kekayaan negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban itu.

Menurut Richars Musgrave dalam The Theory of Public Finance, keuangan negara adalah kumpulan masalah yang berkisar di sekeliling proses pendapatan dan belanja negara secara tradisional.

Rumusan keuangan negara dapat dibagi beberapa unsur:

1. Hak-hak negara

2. Kewajiban-kewajiban negara

3. Ruang lingkup keuangan negara

4. Aspek sosial ekonomi dari keuangan negara

Hak-hak negara:

Hak monopoli mencetak uang.

Hak untuk memungut pajak, bea, cukai, dan retribusi.

Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Hak untuk melakukan pinjaman baik dalam maupun luar negeri.

Kewajiban negara:

Alinea keempat Pembukaan UUD 1945

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.

Ruang Lingkup Keuangan negara:

a. Keuangan negara yang langsung diurus Pemerintah (uang (APBN, APBD) dan barang).

b. Keuangan negara yang dipisahkan pengurusannya (perjan, perum, persero).

Lembaga-lembaga keuangan negara yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 1965 yakni pengaturan perbankan.

ASPEK SOSIAL EKONOMI KEUANGAN NEGARA

Distribusi pendapatan, kekayaan dan kestabilan kegiatan-kegiatan ekonomi;

Distribusi pendapatan terkait dengan kewenangan negara memungut pajak atau retribusi dan bentuk lainnya dari mereka yang mampu lalu mendistribusikannya ke dalam pembiayaan rutin, pembangunan, hutang, subsidi-subsidi, dan lain sebagainya.

Sedangkan kestabilan untuk menghindari kesenjangan, disintegrasi, kecemburuan sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

Landasan Hukum Keuangan Negara

Pasal 23 UUD 1945:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

2. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

3. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

4. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahu kepada DPR.

Terdapat 2 unsur pokok:

1. Unsur Perioditas (tiap-tiap tahun); 2. Unsur yuridis (UU).

Landasan Hukum Pengelolaan Keuangan Negara:

Landasan Umum

1. UUD 1945

Landasan Khusus

1. UU Perbendaharaan Indonesia stbl. 1925 nomor 448 dan UU No. 9/1969

2. UU No. 5/1973 tentang BPK

3. UU APBN

4. Peraturan Perundang-undangan menyangkut Pajak, Bea dan Cukai.

5. Peraturan pelaksana lain seperti PP, Keppres/Inspres, Kepmenkeu.

Aktiva Pemerintah

Aktiva Pemerintah adalah merupakan salah satu sumber penting bagi pemerintah untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dalam rangka melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Secara garis besar kekayaan Pemerintah dapat dibagi menjadi 2: kekayaan Pemerintah yang tidak menghasilkan dan yang menghasilkan.

Setiap tahun kekayaan negara yang tidak menghasilkan terus bertambah, paling tidak pada tahap pembiayaan rehap atau perawatan seperti pembangunan gedung dan fasilitas negara dan sosial lainnya.

Kekayaan negara yang menghasilkan dapat dibedakan menjadi tiga:

1. Perusahaan negara

2. Tanah negara

3. Fungsi perbankan

Anggaran dan Pendapatan negara

Anggaran (bougette, budget), yang berarti “kantong kecil yang terbuat dari kulit”. Dahulu, kantong tersebut selalu dibawa oleh Menteri Keuangan Inggris, berisi surat-surat otentik, dokumen, tentang perencanaan masukan dan pengeluaran negara dan raja yang akan disampaikan ke sidang Majelis Rendah (house of common).

Anggaran adalah gambaran kebijaksanaan Negara yang tercermin dalam bentuk angka-angka (uang) yang merupakan pemasukan dan pengeluaran negara untuk jangka waktu tertentu –yang umumnya untuk jangka waktu 1 tahun yang di samping itu memuat data-data pelaksanaan anggaran tahun lalu.

Budget: suatu bentuk statement dari rencana dan kebijaksanaan management yang dipakai dalam suatu periode tertentu sebagai petunjuk atau blue print dalam periode itu.

Manfaat penyusunan suatu anggaran yaitu dapat melihat awal kebijakan atau kegiatan-kegiatan negara pada waktu satu tahun mendatang dan sekaligus dapat membandingkan maju mundurnya kegiatan-kegiatan negara serta sektor-sektor manakah yang akan mendapatkan prioritas pada tahun mendatang.

Dengan penetapan anggaran kita dapat mengetahui peran DPR dalam memperhatikan kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Pendapatan Negara

Pendapatan negara adalah realisasi pemasukan pendapatan negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

Jean Bodin, menyebut ada 4 macam kualifikasi penerimaan negara:

1. Pampasan perang.

2. Hadiah negara sahabat.

3. Domein atau tanah milik negara

4. Perusahaan-perusahaan milik negara.

Pengertian dan macam pendapatan menurut UU APBN

Pembagian Pusat dan Daerah

Sumber pendapatan

Dari sektor pajak dalam negeri dan perdagangan internasional

Dari non pajak

Penerimaan sumber daya alam

Bagian pemerintah atas laba BUMN

Penerimaan non pajak lainnya

Pendapatan BLU

Keuangan Daerah

Pasal 18 UUD 1945

Kewenangan Daerah:

1. Pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah

2. Penyelenggaraan urusan desentralisasi

3. Penetapan APBD

Prinsip penyusunan dan pelaksanaan APBD

Kedisiplinan pengajuan agar mendapatkan penetapan sesuai jadwal yang telah ditentukan;

Agar daerah selalu mengusahakan terwujudnya anggaran yang berimbang antara pengeluaran dan penerimaan;

Agar daerah selalu melaksanakan tertib anggaran yang tercermin dari meningkatnya pendapatan asli daerah;

Pelaksanaan anggaran harus makin terarah dengan pola yang jelas;

Tugas

Cari dasar hukum keuangan daerah ya....?

Bendaharawan

Bendahara (Pasal 77 UU Perbendaharaan Indonesia): orang-orang atau badan-badan yang karena negara ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar (mengeluarkan) atau menyerahkan uang, atau kertas-kertas berharga dan barang di dalam gudang-gudang atau tempat-tempat peyimpanan yang lain.

Macam Bendaharawan

1. Bendaharawan uang: yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan/ membayarkan uang yang dikuasi negara. Bendaharawan uang terdiri dari: bendaharawan umum, khusus penerimaan tertentu, dan khusus pengeluaran tertentu.

2. Bendaharwan barang: yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan/ membayarkan barang yang dikuasi negara.

3. Bendaharawan uang dan barang: yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan/ membayarkan uang dan barang yang dikuasi negara.

Inventarisasi

Inventarisasi: kegiatan untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan pencatatan, dan pendaftaran barang-barang inventaris.

Daftar Inventaris: suatu dokumen yang menunjukkan sejumlah kekayaan negara yang bersifat kebendaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak.

Daftar inventaris memuat data yang mencakup lokasi, jenis/ macam, merk/type, jumlah, ukuran harga, tahun pembelian, asal barang, mutasi barang, dll.

Perubahan status barang dapat terjadi karena penghapusan barang, dan penjualan barang.

Kedudukan Hukum Pajak

Sebagai hukum publik dalam rumpun Hukum Administrasi

Sebagian kalangan menghendaki diberi tempat tersendiri dengan alasan:

1. Tugas hukum pajak bersifat lain dari HAN

2. Hukum pajak dapat secara langsung dipergunakan sebagai sarana politik perekonomian

3. Hukum pajak memiliki tata tertib dan istilah-istilah yang khas untuk bidang pekerjaannya.

Sejarah pemungutan pajak

Sejak zaman Yunani, jatuhnya Romawi Barat 476 M, bahkan sampai ditemukannya benua Amerika, pajak telah dikenal dalam bentuknya yang alamiah tanpa paksaan negara.

Semula seluruh beban negara ditanggung raja namun dalam perkembangan kebutuhan yang sangat kompleks maka rakyat merasa bertanggungjawab juga dalam memelihara dan mempertahankan eksistensi negara sehingga mereka pun memberi sesuatu dari penghasilannya (suka rela).

Seiring dengan ekspansi kekuasaan dan ambisi kolonialistik maka pemberian suka rela itu berubah menjadi paksaan.

Di era modern, eksistensi pajak semakin penting dalam rangka pembangunan. Dan dalam rangka itu sekian kebijakan ekonomi dan perdagangan dibutuhkan dalam rangka akumulasi penerimaan guna pembiayaan dan belanja negara.

Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.

Hukum Pajak: peraturan yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan wajib pajak dan antara lain mengatur pula siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak, timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya.

Guna pajak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.

Pendapatan pajak dapat dilihat dan dirasakan dalam pembangunan pelabuhan, jalan raya, kereta api, bis kota, penanggulangan bencana alam dll.

Pajak terbagi dua:

1. Pajak subjektif dan pajak objektif.

Pajak subjektif: pajak yang pemungutannya pertama-tama memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Untuk menentukannya maka harus dilihat daya pikul Wajib Pajak. Sedangkan pajak objektif: pajak yang pemungutannya pertama-tama melihat kepada objeknya baik benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menimbulkan kewajiban pajak.

2. Pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pajak Langsung: pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh siwajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain, sep. pajak pendapatan. Sedangkan Pajak Tak Langsung: pajak-pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan harga, karenanya akhirnya ditanggung sipembeli. Seperti bea materai.

3. Pajak Umum dan Pajak Daerah

Timbulnya pajak umum dan pajak daerah disebabkan adanya pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Timbulnya kewajiban pajak jika dipenuhi dua syarat:

kewajiban pajak subjektif: kewajiban pajak yang melihat kepada orangnya. Pada umumnya semua orang baik manusia maupun badan hukum memenuhi persyaratan wajib pajak.

kewajiban pajak objektif: kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dapat dikenaka pajak. Seorang manusia dan badan hukum memenuhi kewajiban pajak objektif jika mendapat penghasilan.

Hak-hak yang dipunyai wajib pajak:

mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan ketetapan pajak dalam hal: terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif atau kesalahan dalam menentukan dasar penetapan pajak.

mengajukan keberatan kepada Kepala Inspeksi Pajak/ Direktur Jenderal Pajak apabila wajib pajak keberatan terhadap ketetapan pajak yang harus diajukan dalam waktu tiga bulan setelah tanggal surat ketetapan pajak.

mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak apabila wajib pajak keberatan atas:

keputusan yang diambil oleh Kepala Inspeksi Pajak terhadap surat keberatannya;

surat tagihan susulan yang dikeluarkan oleh Kepala Inspeksi Pajak.

meminta pengembalian pajak (restitusi), meminta pemindahbukuan setoran pajak ke setoran lainnya atau setoran tahun berikutnya

wajib pajak dapat pula mengajukan gugatan perdata ataupun pidana kepada Pengadilan Negeri atas dasar perbuatan melanggar hukum (onrehtmatige daad) ataupun pembocoran rahasia dari wajib pajak yang menyebabkan timbulnya kerugian pada wajib pajak.

Retribusi dan Sumbangan

Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas sesuatu pemakaian dengan prestasi kembalinya secara langsung. Misal: Parkir, rekening listrik.

Sumbangan adalah biaya-biaya atau pungutan yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu dalam menutupi kekurangan keuangan, seperti untuk PON, MTQ, dll.

Timbulnya Hutang Pajak

A. Ajaran Materiil: hutang pajak timbul karena undang-undang bukan karena ketetapan fiskus. Jika sebelum ketetapan wajib pajak meninggal dunia maka hutang pajak jatuh pada ahli warisnya.

B. Ajaran Formal: hutang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak sehingga orang yang meninggal dunia sebelum dikeluarkannya ketetapan pajak itu menjadi bebas dari kewajiban pajak dan tidak dibebankan ahli warisnya.

Cara pemungutan pajak

Stelsel nyata: pemungutan pajak yang didasarkan pada penghasilan nyata yang diperoleh tiap tahun.

Stelsel anggapan: pemungutan yang didasarkan pada penghasilan tahun sebelumnya tanpa terpengaruh oleh penghasilan nyata yang diperoleh pada tahun yang sedang berjalan.

Stelsel Campuran: gabungan dari dua cara pemungutan di atas.

Publik Domain

Kedudukan negara mengayomi warganya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rangka itu ia memerlukan fasilitas-fasilitas agar memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi itu sehingga target dan tujuan bisa tercapai.

Fasilitas-fasilitas yang dimaksud adalah barang-barang atau benda-benda yang diadakan dan keberadaannya tentu diempunyai oleh negara. Benda itulah kemudian dikatakan sebagai Publik Domein.

Kedudukan publik domein

Di kalangan ilmuwan, benda-benda yang berstatus publik domein memiliki kedudukan yang berbeda-beda. Perbedaan itu menurut Utrecth disebabkan perselisihan seputar apakah benda itu dinikmati fungsi publik atau bukan. Hal ini terjadi sekitar abad XIX, dan yang membedakan itu adalah sarjana Perancis bernama Proudhon.

Menurut Proudhon, jika benda-benda publik itu dinikmati secara pribadi oleh pejabat karena dimaksudkan penunjang aktivitasnya maka dikatakan sebagai Kepunyaan Privat. Namun demikian, karena pejabat menggunakan benda itu tidak didasarkan pada hukum privat maka statusnya bukan hak milik akan tetapi menguasai dan mengawasi. Akan tetapi jika benda-benda itu diperuntukan bagi rakyat maka dikatakan Kepunyaan Publik.

Pendapat Proudhon ini disangkal oleh para ilmuwan lain seperti Vegting dan Marcel Waline. Menurut mereka bahwa pendapat Proudhon itu telah menyimpang dari pendapat umum yang ada. Dan mengandung kelemahan teoritis. Karena public domein berlaku hukum istimewa dimana posisi negara tetap sebagai eigenaar (pemilik). Hanya saja kedudukannya sangat terbatas tidak seperti dalam lapangan keperdataan. Menurut Barckhausen, status public domein tidak dimaksudkan menentang hukum perdata melainkan hanya menuntut pengkhususan pengaturan dapat atau tidaknya diasingkan benda-benda publik itu.

Namun Thorbecke sependapat dengan Proudhon, bahwa benda-benda yang bukan perniagaan tidak dapat menjadi pokok besit, sehingga benda-benda tersebut tidak dapat menjadi hak eigendom. Benda-benda yang tidak dapat dijadikan hak eigendom tentu saja bukanlah milik seorang eigenaar.

Berbeda dengan Thorbecke, Mr. Von Reeken berpendapat bahwa Benda-benda yang diselenggarakan untuk kepentingan umum bukanlah benda di luar perniagaan, sebab benda-benda di luar perniagaan adalah benda-benda yang dikeluarkan dari pergaulan hukum biasa (maka domaine public bukanlah benda di luar perniagaan dalam keseluruhannya). Negara adalah eigenaar menurut hukum privat biasa dari publik domain sehingga hukum privat berlaku juga bagi benda-benda tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan publiknya.

Publik Domain di Indonesia

Di Indonesia, negara tidak dapat dikatakan sebagai eigenaar.

Pasal 33 UUD 1945

Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA maka buku II BW maka ketentuan mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan sepanjang terkait dengan hipotik dicabut.

UUPA juga mencabut Agrarische Wet 1870 (yang mengatur bahwa tanah-tanah yang tak dapat dibuktikan sebagai eigendom (domain verkelaring) menjadi milik negara.

Pasal 2 ayat (2) UUPA.

Pasal 2 ayat (2) UUPA

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

Cara mendapatkan hak menguasai atas benda-benda publik domain

Penyerahan secara sukarela: penyerahan dari sipemilik agar barang-barangnya dikuasi oleh negara untuk kepentingan umum.

Pertukaran: Lihat Pasal 1546 BW

Pembelian: peralihan dengan cara pemborongan atau lelang, lihat pasal 1457-1540 BW

Daluarsa: penguasaan negara atas benda milik seseorang yang telah ditelantarkan atau dikuasai cukup lama dan selama itu tidak ada yang menggugat.

Pencabutan (onteigening): pemaksaan oleh negara terhadap eigenaar swasta untuk menyerahkan hak miliknya kepada negara dengan harga wajar karena kepentingan publik memaksa atau mendesak.

Karena tanah ditelantarkan.

Karena Pasal 21 (3) dan Pasal 26 (2), Yaiti kepemilikian asing yang rangkap kewarganegaraan dan orang Indonesia yang sudah hilang kewarganegaraannya harus melepaskan hak miliknya dalam 1 tahun.

Hukum Peradilan Administrasi Negara

Urgensi Peradilan Administrasi Negara

Sebagai konsekuensi dari dianutnya konsep welfare state dan freies ermessen dimana Pemerintah memiliki kewenangan yang luas dalam menjalankan tugas dan fungsinya;

Sebagai konsekuensi pembuat kebijakan dan pelaksana perUU (kewenangan inisiatif, delegatif, droit function);

Maka untuk mengantisifasi terjadinya pelanggaran, kesewenang-wenangan, dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan hak-hak warga maka dibutuhkan instrumen dan perangkat peradilan administrasi.