Hand Out Mata Kuliah Hukum Pidana
Dosen Pengampu : Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum.
ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT
DAN MENJALANKAN PIDANA SERTA PERKEMBANGANNYA
DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Alasan Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana
Kewenangan menuntut pidana dapat hapus dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
1. Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan.
Dalam Bab VII Pasal 72-75 diatur mengenai siapa saja yang berhak
mengadu dan tenggang waktu pengaduan. Namun ada pasal-pasal khusus
mengenai delik aduan ini, yaitu Pasal 284 (perzinahan) yang berhak
mengadu adalah suami/istrinya, dan Pasal 332 (melarikan wanita) yang
berhak mengadu adalah (1) jika belum cukup umur oleh wanita yang
bersangkutan atau orang yang memberikan izin bila wanita itu kawin, (2) jika
sudah cukup umur oleh wanita yang bersangkutan atau suaminya.
2.
Ne bis in idem (telah dituntut untuk kedua kalinya)
Ne bis in idem yang diatur dalam Pasal 76 KUHP ini disyaratkan:
a. telah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap
b. orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah sama
c. perbuatan yang dituntut adalah sama dengan yang pernah diputus
terdahulu.
3. Matinya terdakwa (Pasal 77)
4. Daluwarsa
Pasal 78 mengatur tenggang waktu, yaitu:
a. untuk semua pelanggaran dan kejahatan percetakan sesudah 1 tahun.
b. untuk kejahatan yang diancam dengan denda, kurungan atau penjara
maksimal 3 tahun, daluwarsanya sesudah 6 tahun.
c. untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun,
daluwarsanya 12 tahun.
d. untuk kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup,
daluwarsanya sesudah 18 tahun.
Daluwarsa ini berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan kecuali hal-hal
tertentu, seperti ditangguhkan karena ada perselisihan dalam hukum perdata.
Sebagai contoh daluwarsa: A melakukan tindak pidana pembunuhan biasa
(Pasal 338 KUHP) pada tanggal 1 Januari 2004 yang diancam pidana
maksimal 15 tahun penjara. Jika A kemudian menghilang dan tidak
tertangkap polisi, maka kewenangan penuntutan terhadap A akan berakhir
setelah waktu 12 tahun (1 Januari 2016).
5. Telah ada pembayaran denda maksimum kepada pejabat tertentu untuk
pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja (Pasal 82).
6. Ada abolisi atau amnesti
Dengan pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang
yang melakukan tindak pidana dihapuskan. Sedangkan dengan pemberian
abolisi, hanya dihapuskan penuntutan terhadap mereka. Oleh karena itu,
abolisi hanya dapat diajukan sebelum adanya putusan.
1
Alasan Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dalam Rancangan KUHP
Aturan dalam Rancangan KUHP tentang gugurnya kewenangan menuntut
pidana diatur dalam Pasal 137. Menurut Pasal 137 tersebut, kewenangan
penuntutan gugur jika:
1. terdakwa meninggal dunia
2. Presiden memberikan amnesti atau abolisi
3. maksimum denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang dilakukan
hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II
4. maksimum denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak
kategori III.
5. telah ada putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
6. telah kadaluwarsa
7. tindak pidana aduan yang pengaduannya ditarik kembali.
Alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana karena kedaluwarsa dalam
Rancangan KUHP berbeda dengan aturan dalam KUHP, yaitu disebut dalam
Pasal 141 Rancangan KUHP:
(1) sesudah lampau waktu 1 tahun untuk tindak pidana yang dilakukan dengan
percetakan;
(2) sesudah lampau 2 tahun untuk tindak pidana yang hanya diancam dengan
denda atau semua tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 1 tahun;
(3) sesudah lampau waktu 6 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling lama 3 tahun;
(4) sesudah lampau waktu 12 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara lebih dari 3 tahun; dan
(5) sesudah lampau waktu 18 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
Alasan Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana
Menurut KUHP, kewenangan menjalankan pidana dapat hapus karena
beberapa hal, yaitu:
1. Matinya terdakwa (Pasal 83)
2. Daluwarsa (Pasal 84-85)
Tenggang waktu daluwarsanya adalah sebagai berikut:
a. semua pelanggaran daluwarsanya 2 tahun
b. kejahatan percetakan daluwarsanya 5 tahun
c. kejahatan lainnya daluwarsanya sama dengan daluwarsa penuntutan
ditambah 1/3
d. pidana mati tidak ada daluwarsa
Daluwarsa dihitung mulai keesokan harinya sesudah putusan hakim dapat
dijalankan.
Sebagai contoh, A melakukan tindak pidana perkosaan (Pasal 285) yang
diancam dengan pidana penjara maksimal 12 tahun. A kemudian disidangkan
dan diputus pidana penjara 10 tahun oleh hakim pada tanggal 1 Januari
2004. Sebelum menjalankan pidana, A kemudian melarikan diri. Maka bagi A
batas tenggang waktu dia untuk tidak menjalankan pidana penjara adalah
daluwarsa penuntutan di tambah 1/3 (12 tahun + (1/3 X 12 tahun)). Sehingga
A “bebas” dari menjalankan pidana penjara kalau dia “berhasil” melarikan diri
selama 16 tahun atau setelah tanggal 1 Januari 2020.
2
Grasi diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 1950. Grasi tidak menghilangkan
putusan hakim yang bersangkutan, tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau
dikurangi. Oleh karena itu, grasi dapat berupa (a) tidak mengeksekusi
seluruhnya, (b) hanya mengeksekusi sebagian, dan (c) mengganti jenis
pidana/komutasi.
Dalam Rancangan KUHP, alasan-alasan tersebut tidak ditambah namun
hanya dipertegas lagi agar semua alasan-alasan yang dapat menghapuskan
kewenangan menjalankan pidana masuk di dalam KUHP. Hanya saja terdapat
perbedaan sedikit dalam alasan gugurnya kewenangan pelaksanaan pidana
karena daluwarsa.
Pasal 145 Rancangan KUHP menyebutkan bahwa kewenangan pelaksanann
pidana gugur jika:
1. terpidana meninggal dunia.
2. Presiden memberikan amnesti atau grasi yang berupa pembebasan
terpidana dari kewajiban menjalankan pidana.
3. kedaluwarsa.
Rancangan KUHP mengatur bahwa kewenangan pelaksanaan pidana
penjara gugur karena kadaluwarsa setelah berlaku tenggang waktu yang
sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut ditambah
1/3 dari tenggang waktu kedaluwarsa tersebut (Pasal 147 ayat (1)).
Termasuk dalam hal ini pidana mati yang kemudian diubah menjadi pidana
seumur hidup atau pidana penjara. Sedangkan pelaksanaan pidana mati
tidak mempunyai tenggang waktu kadaluwarsa.
3
Thank you for evaluating AnyBizSoft PDF to Word.
You can only convert 3 pages with the trial version.
To get all the pages converted, you need to purchase the software from:
http://www.anypdftools.com/buy/buy-pdf-to-word.html