Minggu, 21 November 2010

Hukum Adat Pertemuan 4-5

By Admin

Sejarah Perkembangan Hukum Adat
Zaman VOC

VOC mempunyai prinsip/kepentingan dagang, sehingga kekuasaan yg dimiliki diarahkan untuk menunjang kepentingan dagangnya. Di pusat pemerintahan VOC dinyatakan bahwa hukum Belanda berlaku bagi semua golongan penduduk baik dalam lapangan hukum privat maupun hukum publik. Hukum adat masih ada di daerah2 meskipun tdk dihiraukan eksistensinya.
Politik hukum demikian akhirnya disadari oleh VOC sehingga VOC mulai mereproduksi hukum adat dg unsur hukum Islam dan hukum Barat spt kitab hukum Mughorer, Compendium van Clootweijk, Pepakem Cirebon dll.
Zaman Daendels (1808-1811)
VOC dibubarkan, pengurusannya diteruskan oleh Dewan Asia yg memiliki tugas:
1. Politik pemerintah akan dilakukan lepas dari perhitungan komersiil.
2. Akan diadakan perubahan2 untuk perbaikan nasib tanah jajahan beserta penduduknya.
Dengan demikian, hukum adat dibiarkan dipraktekkan terutama di Jawa.
Hukum adat tidak akan diberlakukan apabila:
1. Jika karenanya si penjahat dpt melepaskan diri dari pidananya, oleh sebab itu, keadilan harus dituntut atas nama pemerintah jika hal ini tidak atau dapat dilakukan oleh orang biasa.
2. Bila pidana yg ditetapkan dalam hkm adat tdk sebanding dg kejahatannya atau tdk cukup berat untuk menjamin keamanan umum
3. Jika hukum acara adat tdk mungkin menghasilkan bukti atau keyakinan hakim
Zaman Raffles (1811-1816)
Usaha-usaha Raffles:
1. Agar pemerintah Inggris menempuh politik lunak, murah hati, dan menciptakan suasana damai dg anak negeri agar mereka tertambat hatinya kpd pemerintah Inggris.
2. Supaya pengaruh Inggris ditingkatkan di kepulauan ini, sehingga kedudukan makin kuat.
Untuk hukum pidana, Raffles mencela sanksi pidana yg tdk sesuai dgn kemajuan zaman, misalnya pidana bakar hidup, tikam dengan keris;
Untuk hukum perdata, Raffles menetapkan: Jika seorang dari pihak yg bersangkutan baik penggugat maupun tergugat adalah orang Eropah, maka perkaranya harus diadili oleh Court of Justice, yang menerangkan hukum Eropah.
Masa 1816-1848
Nederland sedang sibuk berusaha memenuhi ketentuan dalam pasal 100 Grondwet yg berintikan:
“Akan diadakan sebuah Kitab undang-undang umum ttg hkm perdata, hkm pidana, hkm dagang, ttg susunan kehakiman dan hkm acara”
Karena usaha tersebut belum berhasil, maka Komisaris Jenderal berpendapat: lebih baik menunggu berlakunya peraturan hukum Nederland dahulu, sebelum mengadakan perubahan2 yg definitif.
Masa 1840-1900
Tahun 1839 Pemerintah Belanda membentuk suatu komisi (Scholten van Oud Haarlem) yg bertugas membuat rencana yg diperlukan agar perundang-undangan Nederland yg baru dapat diterangkan di Hindia Belanda dan mengajukan usul-usul yg sesuai dgn pelaksanaan tugas tersebut.
Rencana Komisi tersebut berupa:
1. Ketentuan2 umum ttg perundang-undangan bagi Hindia Belanda
2. Kitab undang-undang Hukum Perdata untuk Hindia Belanda
3. Kitab undang-undang Hukum Dagang untuk Hindia Belanda
4. Peraturan ttg Organisasi Pengadilan & Kebijaksanaan Kehakiman di Hindia Belanda
Untuk dapat memperlakukan kodifikasitahun 1848, Wichers membuat ketentuan2 ttg penerapan dan peralihan kpd perundang-undangan baru.
Sifat negatifnya adalah Wichers tugasnya untuk menyelidiki kemungkinan mengganti hukum privat adat dari golongan rakyat bumiputera dan golongan Timur Asing dgn suatu kodifikasi berdasarkan sistem hukum Eropa.
Usaha Wichers didorong oleh 3 anggapan yg kuat waktu itu bahwa:
1. Penerapan hkm Eropa atas golongan rakyat Timur Asing dan Bumiputera menguntungkan perniagaan bangsa Eropa
2. Pentingnya suatu kodifikasi dinilai dr semestinya
3. Hukum adat dinilai lebih rendah daripada hukum Eropa
Gubernur Jenderal Rochussen menolak gagasan Wichers dengan alasan sbb:
Hukum Eropa selaras dgn ajaran agama Nasrani, padahal golongan Bumiputera memeluk agama Islam, maka hukum Eropa tdk akan mendapatkan tanah subur untuk berkembang
Hakim pegawai pamong praja akan banyak kehilangan energi dan waktu untuk melakukan pekerjaan pokok
Penerapan hkm acara Eropa akan berakibat bhw di lapangan hkm acara perdata akan diberikan sedemikian byk hak sendiri dan bangsa Indonesia akan selangkah lbh maju
Masa 1900-1945
Mr. Cowan tahun 1920 membuat kodifikasi perdata meskipun gagal krn ditentang oleh van Vollenhoven. Pertimbangannya ada 3, yaitu:
1. Hukum adat yg tdk tertulis menimbulkan tiadanya kepastian hukum
2. Pemakaian sistem hkm yg berbeda jenisnya untuk golongan2 penduduk yg berbeda pula sifatnya menimbulkan kekacauan dlm azas2 hkm
Van Vollenhoven pada sepuluh tahun pertama abad ke-20 berusaha keras agar hukum adat jangan sampai didesak oleh hukum Barat di belakang kedok kodifikasi dan unifikasi. Usahanya diteruskan oleh muridnya, Ter Haar. Dengan demikian, pada masa ini berlaku dua sistem hukum, yaitu hukum Barat dan hukum adat (dualisme sistem hukum). Namun demikian, dualisme ini adalah bersifat progresif.
Masa 1945-Sekarang
Kedudukan hukum adat di dalam Undang-undang Dasar 1945 memang tdk disebutkan, tetapi di dalam penjelasan umum angka I antara lain dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar yg tdk tertulis ialah aturan2 dasar yg timbul dan terpelihara dlm praktik penyelenggaraan negara, meskipun tdk tertulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar