Selasa, 30 November 2010

Tantangan Global Demokratisasi Nasional


By Admin

Judul : Kepemimpinan Nasional,

Demokratisasi, dan Tantangan Global

Penulis : Revrisond Bawsir, dkk

Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Edisi : I, Oktober 2009

Tebal : xvi+360

Harga : 75.000,-

Peresensi : Ali Mahmudi *)

Tantangan aktual yang kini di hadapi oleh para pemimpi dunia adalah muncul dari kondisi dunia di Abad ke-21. Pemimpin Indonesia mendatang juga harus menghadapi keadaan dunia yang berubah, mulai dari pola relasi antar negara yang semakin kuat di warnai proteksionisme, dominasi kuasa besar atas badan-badan dunia seperti PBB dan IMF, hingga permasalahan keterbatasan sumber daya (energi, pangan, dan bahkan air) dan dampak dari pemanasan global yang telah menghasilkan perubahan iklim.

Sementara itu terkait problema internal indonesia, salah satu tantagan bagi kemajuan indonesia yang sudah sering di bicarakan, namun masih sedikit yang telah di laksanakan, yakni masih belum efisiennya birokrasi, sehingga masih ada banyak keluhan, misalnya dalam pengurusan izin investasi. Pada salah satu sisi masih membutuhkan kecakapan politik untuk menjawabnya. Perlu di sadari bahwa kepemimpinan politik semakin sulit berada di tengah dunia yang berubah, dan seiring dengan itu juga berubah pula kondisi masyarakatnya.

Soeharto dan rezim barunya ternyata tidak hanya gagal dalam memberikan lapangan kerja dan melindungi warga negaranya yang teraniaya di luar negeri, tetapi juga gagal dalam mempertahankan kekuasaan yang di keloninya selama 32 tahun. Gejala itu mulai terlihat ketika pertengahan tahun 1990-an, meskipun tidak banyak pengamat yang meyakininya. Pengamat politik pertama yang mengamati kondisi gejala tersebut adalah Mochtar Pabottingi. Beliau mencoba menggali akar historis dari apa yang di sebut dengan gejala krisis legitimasi dari rezim orde baru.

Orientasi politik dan arah kebijakan ekonomi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan karena ekonomi dan politik selalu bergerak bersama, saling mempenagruhi, closely inter woven and interconnectted, dan oleh karena itu membutuhkan pemahaman yang mendasar dan menyeluruh agar dapat melakukan analisa terhadap kaitan-kaitan antar faktor dan dinamika yang telah dan sedang berlangsung. Berbagai skandal korupsi dalam jumlah yang besar yang melibatkan anggota parlemen maupun para pejabat negara baik di pusat maupun di daerah merupakan indikator kuat dari mewabahnya dekadensi moral politik para politisi pasca soeharto.

Persoalan pemerataan merupakan isu politik yang sesungguhnya telah muncul bersamaan dengan kelahiran Orde Baru. Mohammad Hatta, sebagai salah satu dari founding father mengemukakakan bahwa ekonomi indonesia harus di dasarkan pada koperasi dan tidak di serahkan kepada pasar bebas dan kapitalisme. Mohammad Hatta dan Sarbini, seorang pakar ekonomi bersepakat mengenai pentingnya pemerataan dalam strategi pembangunan Orde Baru. Namun, karena adanya pertimbangan pragmatis, usaha memperjuangkan ideologi itu dari dalam, tanpa menimbulkan kecurigaan dari soeharto.

Beberapa political events dalam sejarah Orde Baru bisa dianggap sebagai menguatnya upaya untuk mempengaruhi arah strategi pembangunan kembali kepada ideologi sosialistis yang menekankan pemerataan dan merebut kembali kedaulatan ekonomi dari pengaruh kapitalis. Meskipun agenda pemerataan ekonomi seperti di beri tempat oleh soeharto dalam kenyataanya tidak memberikan perubahan dasar dalam arah dan desain pembangunan ekonomi indonesia.

Selain dari sisi politik, seiring berkembangnya peradaban modern, terbentuklah karakter manusia yang berwatak modernisasi akibat pengaruh era globalisasi yang kian menjarah di berbagai lingkungan masyarakat indonesia. Globalisasi merupakan konsepe berwajah banyak. Karena selain meiliki wajah yang bernuansa geopolitik dan teknologi, ia juga memiliki wajah ekonomi budaya. Berkat kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, kendala ruang dan waktu kini relatif sudah bukan merupakan hambatan terbesar bagi umat manusia.

Persoalan mulai muncul ketika globalisasi itu di lihat dari sudut pandang ekonomi dan budaya. Secara perspektif ekonomi, walaupun globalisasi menjanjikan percepatan pertumbuhan kehidupan ekonomi, keampuhan media komunikasi dalam menguasai kondisi global mampu membuka peluang kepada negara kaya tertentu untuk mengepakkan sayap dominasi ekonomi mereka ke seluruh penjuru dunia. Sehingga seolah-olah globalisasi merupakan jalan bebas hamabatan bagai mereka untuk menguasai ekonomi dunia.

Di tinjau dari sudut pandang ekonomi, Globalisasi mustahil dapat di pisahkan dari sebuah paham ekonomi yang di kenal sebagai kapitalisme neoliberal (neoliberalisme). Masing-masing mempunyai hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Berbicara mengenai masalah neoliberalisme sama artinya dengan berbicara mengenai ekspansi kepentingan para pemodal yang berasal dari negara-negara kaya tertentu ke seluruh penjuru dunia.

Bila di tinjau ke belakang, secara historis neoliberalisme bukanlah merupakan paham ekonomi baru. Namun, ia hanya sebagai penyempurnaan terhadap liberalisme klasik. Neoliberalisme pertama kali di gagas oleh Alexander Rustow dan Walter Eucken pada awal 1930-an. Gagasan tersebut kemudian di kembangkan oleh Wilhelm Ropke dan Henry C.Simon dari Mazab Chicago. Gagasan pokok neoliberalisme itu kemudian di kemas oleh Mazab Freiburger dalam sebuah paket kebijakan ekonomi Ordoliberalisme.

Maka, yang perlu saya tekankan kepada para pembaca disini adalah untuk mempelajari dan mencermati secara lebih dalam (mendetail) mengenai tugas dan fungsi kepemimipinan. Karena, diakui ataupun tidak, mau tidak mau sebagai generasi penerus nantinya akan menjadi pemimpin. Sehingga, melalui dengan membaca buku ini di harapkan mampu memberikan inspirasi yang membangun kepandaian dan kebijakan dalam mengatur strategi kepemimpinan yang bersih, bertanggungjawab, dan memberikan kesejahteraan rakyat.

Penulis: Staf peneliti pada Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta (LKKY).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar