Minggu, 21 November 2010

Hukum Pajak Pertemuan 1-7

By Admin



PERTEMUAN 1


 Pajak dan Hukum Pajak
 Pengertian Pajak
 Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat.
(Rochmat Soemitro, 1992)
 Pungutan pajak mengurangi penghasilan, namun merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat.
 Pengertian Pajak (2)
 Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
(N.J. Feldmann, 1949)
 Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
(Soeparman Soemahamidjaja, 1964)
 Pengertian Pajak (3)
 Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
 Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
(Rochmat Soemitro)
 Unsur-unsur Pajak
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemerintah.
2. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan UU serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
 Dalil Pajak
 Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan UU. (Pasal 23 ayat (2) UUD 1945)
 No Taxation without Representation
 Taxation without representation is Robbery
 Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgetair
Memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2. Fungsi Regulerend
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu.
 Hukum Pajak
 Suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak.
 Hukum pajak mengatur :
1. Siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak.
2. Objek apa saja yang menjadi objek pajak.
3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah.
4. Timbul dan hapusnya utang pajak.
5. Cara penagihan pajak.
6. Cara mengajukan keberatan dan banding.
 Kedudukan Hukum Pajak
 Hukum pajak merupakan bagian dari lapangan hukum publik.
 Ada juga yang mengatakan merupakan bagian dari hukum administrasi.
 Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
 Hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi segala-galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang dari hukum perdata tersebut.
 Pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata juga besar (lex specialis derogat legi generali)
 Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
 Ketentuan dalam KUHP digunakan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan pajak.
 Misalnya pasal 103 KUHP
“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnyadiancam dengan pidana, kecuali jika oleh UU ditentukan lain.”
 Sistematika Hukum Pajak (1)
 Hukum Pajak Material, memuat mengenai:
1. Subjek Pajak
2. Wajib Pajak
3. Objek Pajak
4. Tarif Pajak
Misalnya :
1. UU No. 12 Tahun 1994 tentang PBB
2. UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD
3. UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB
 Sistematika Hukum Pajak (2)
 Hukum Pajak Formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan hukum material.
 Misalnya :
1. UU No. 9 Tahun 1994 tentang KUTP
2. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa.
3. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.




PERTEMUAN 2


 Sejarah dan Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia
 Sejarah Pajak Dunia
 Mesir
 Pemungut Pajak disebut Scribes selama pemerintahan Fir’aun.
 Pengenaan pajak baru sebatas pada minyak goreng.

 Yunani
 Eisphora (digunakan untuk membiayai perang).
 Metoikion (wajib pajak luar negeri)
 Romawi
Zaman Kaisar Augustus :
 Portoria (Bea Pabean atas ekspor dan impor)
 Pajak Warisan, dipergunakan untuk menyediakan dana pensiun bagi militer.
Zaman Julius Caesar :
 Pajak Penjualan, ex : Penjualan Budak, dll.
 Inggris
Abad ke-11 Masehi
 Danegeld (Pajak atas tanah dan bangunan)
 Bea Cukai
Pangeran Edward
 Pajak Penghasil atas kekayaan dan pemilik kantor
 Pajak atas barang bergerak
 Inggris (2)
Raja Charles I
 Pajak dikenakan terhadap pelanggar kejahatan
 Pajak Tanah dan Pajak Properti
 Pajak atas komoditi utama (gandum, daging)
 Pajak Progresif dan Pajak Regresif
 Amerika
 Pajak Penghasilan dari properti, perdagangan, profesional, pekerjaan, dll.
1. British Tax Act 1798
Tarif 0,08% (diatas 60 pound)
Tarif 10 % (diatas 200 pound)
2. Tax Act 1861
Tarif 3 % (diatas 800 dolar)
Tarif 5% (penghasilan individu yg tinggal di luar
Amerika)

 Amerika (2)
3. Tax Act 1862
Tarif 3% (600 dolar keatas)
Tarif 5% (10.000 dolar keatas)
4. Tax Act 1864
Tarif 5% (600 – 5000 dolar)
Tarif 7,5% (5001 – 10.000 dolar)
Tarif 10 % (10.000 – keatas)
 Sejarah Pajak di Indonesia
 Upeti
Persembahan dari rakyat kepada Raja (penguasa) atapun dari suatu negeri terjajah kepada Raja atau negara yang menjajah.
Bentuk Upeti :
1. Innatura : menyerahkan sebagian penghasilan
2. Pekerjaan : bekerja kepada Raja
 Sejarah Pajak di Indonesia (2)
 Pajak menjadi pungutan yang bersifat wajib setelah uang mulai digunakan sebagai alat tukar.
 Zaman Penjajah :
1. Hindia Belanda => Belasting
2. Jepang => Zaimubu
Sekarang => Pajak
 Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia
 Dasar Hukum Material
1. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dengan mengalami perubahan terakhir yaitu UU No. 36 Tahun 2008;
2. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dengan mengalami perubahan terakhir yaitu UU No. 42 Tahun 2009;
3. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;
4. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai;
5. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000;
6. UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
7. Berbagai peraturan daerah, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kota/Kabupaten yang mengatur pemberlakuan jenis pajak di suatu Provinsi atau Kota/Kabupaten.
 Dasar Hukum Formal
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
2. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000.
3. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa.
4. UU No. 14 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak.



PERTEMUAN 3

• Asas-asas Pemungutan dan Pengenaan Pajak
• Pendahuluan
• Asas :
Suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir.
(Kamus Umum Bahasa Indonesia)
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak
1. Asas Yuridis
Hukum Pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun warganya.
Oleh karena itu pajak di negara hukum, segala sesuatunya harus ditetapkan dalam Undang-undang.
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak (2)
2. Asas Ekonomis
Pemungutan Pajak kepada Masyarakat harus seimbang antara fungsi Budgeter dan fungsi Regulerend.

Maka pemungutan pajak sebaiknya :
a. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
b. Harus diupayakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya mencapai kebahagiaan.
c. Harus diusahakan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak (3)
3. Asas Finansial
Memasukkan uang yang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara.
Oleh karena itu, agar hasil pemungutan pajak menjadi besar maka biaya pemungutan harus sekecil-kecilnya.
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak (4)
4. Asas Rechtsfilosofis
Disebut rechtsfilosofis karena asas ini mencari dasar pembenar terhadap pengenaan pajak oleh negara
Maka,
Pertanyaan mendasar yang ingin dicari jawabannya dari asas ini adalah :
 Atas dasar apa negara mempunyai kewenangan memungut pajak dari rakyatnya?
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak (5)
Teori yang terkait :
1. Teori Asuransi
Pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah.
2. Teori Kepentingan
Negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena negara telah melindungi kepentingan rakyat.
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak (6)
3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Negara merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat.
4. Teori Daya Beli
Pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang/anggota masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat.
• Asas Pelaksanaan dan Pemungutan Pajak (7)
5. Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila
Pengorbanan setiap anggota masyarakat untuk kepentingan bersama tanpa mendapatkan imbalan.
• Asas Pengenaan Pajak
1. Asas Nasionalitas
Asas yang mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya.
2. Asas Domisili
Asas yang mendasarkan pengenaan pajak seseorang dimana seseorang tinggal, tanpa memandang kewarganegaraannya.
3. Asas Sumber
Asas yang mendasarkan pengenaan pajak pada tempat dimana sumber itu berada.


PERTEMUAN 4

 Subjek Pajak dan Wajib Pajak
 Subjek Pajak
Subjek Pajak :
Orang atau badan yang telah memenuhi syarat subjektif.
Syarat Subjektif :
Syarat yang melekat pada diri subjek yang bersangkutan.
 Yang termasuk Subjek Pajak
1. Orang
Manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Badan
Badan sebagai Subjek Hukum harus berbadan hukum (Hukum Perdata). Namun dalam Hukum Pajak tidak selalu badan hukum.
3. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha yang secara tetap didirikan di Indonesia dan dimanfaatkan oleh orang/badan di luar negeri.
4. Warisan yang belum terbagi
Subjek Pajak yang menggantikan posisi pewaris.
 Wajib Pajak
Wajib Pajak :
Subjek Pajak yang telah memenuhi syarat objektif, selain juga syarat subjektif.
Syarat Objektif :
Syarat yang berkaitan dengan sasaran pengenaan pajak (objek pajak).
 Subjek Pajak (menurut tempatnya)
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak yang bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di dalam negeri.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak yang bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di luar negeri tetapi mempunyai objek pajak di dalam negeri.
 Penanggung Pajak
Penanggung Pajak :
Orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai ketentuan peraturan per-uu-an perpajakan.
 Wajib Pajak diwakili dalam hal:
1. Badan oleh pengurus;
2. Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
3. Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
4. Badan dalam likuidasi oleh likuidator;
5. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurusnya;
6. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
 Fiskus
Fiskus :
Aparatur pemerintah yang menangani pemasukan uang dari rakyat berupa pajak untuk dimasukkan ke dalam kas negara.
 Subjek PPN
 Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
 PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
 Subjek PBB
 Subjek PBB adalah orang atau badan yang mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB.
 Subjek PBB baru akan melunasi utang PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan.
 Subjek BPHTB
 Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
 Subjek Pajak inilah yang dikenakan kewajiban membayar pajak sehingga disebut sebagai Wajib Pajak.
 Subjek Bea Materai
 Bea Materai merupakan pajak yang dikenakan terhadap suatu dokumen.
 Pihak yang menggunakan dokumen-dokumen yang disebutkan dalam UU adalah yang disebut sebagai Subjek dari Bea Materai tersebut.



PERTEMUAN 5

 Objek Pajak
 Pengertian
 Objek pajak adalah sesuatu yang dikenakan pajak berdasarkan keadaan, peristiwa, dan perbuatan yang menurut ketentuan UU memenuhi syarat bagi dikenakannya pajak.
 1. Keadaan
 Pajak dapat dikenakan terhadap suatu keadaan tertentu yang menurut UU memang harus dikenakan pajak.
 Contoh : - PPh
- PBB
- PKB
 2. Peristiwa
 Peristiwa tertentu yang terjadi di dalam masyarakat dapat dikenakan pajak.
 Peristiwa tersebut adalah kematian.
 3. Perbuatan
 Perbuatan tertentu di masyarakat
 Perbuatan tersebut adalah :
- Pembuatan perjanjian secara tertulis
- Perbuatan penyerahan barang kena pajak
 Objek Pajak pada PPh
 Objek pajak pada PPh adalah penghasilan.
 Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi.
 Objek Pajak pada PPh (2)
 Pasal 21 UU PPh mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
 Objek PPh Pasal 21 :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur.
3. Upah.
4. Uang pesangon, uang tabungan hari tua, atau pembayaran lain yang sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah, komisi, beasiswa.
6. Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, serta uang pensiun dan tunjangan lainnya.
 Objek Pajak pada PPh (3)
 Pasal 22 UU PPh mengatur mengenai pemungutan pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan adanya kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha lainnya.
 Objek PPh Pasal 22 :
1. Penyerahan barang dan/atau jasa kepada institusi pemerintah.
2. Kegiatan impor ke dalam daerah pabean.
 Objek Pajak pada PPh (4)
 PPh pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
 Objek PPh Pasal 23 :
1. Dividen
2. Bunga
3. Royalti
4. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
5. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
 Objek Pajak pada PPN
 Objek pajak dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Kegiatan itu antara lain :
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor barang kena pajak.
3. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
 Objek Pajak pada PBB
 Objek PBB adalah benda tidak bergerak, yaitu berupa bumi dan bangunan.
 Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
 Bangunan adalah suatu konstruksi teknik yang ditanam atau dilihatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
 Termasuk pengertian bangunan adalah :
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan.
2. Jalan tol.
3. Kolam renang.
4. Pagar mewah.
5. Tempat olah raga.
6. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
 Objek Pajak pada BPHTB
 Objek pajak dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dapat berupa tanah (termasuk tanaman diatasnya), tanah dan bangunan, atau bangunan.
 Perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut meliputi :
1. Pemindahan hak
2. Pemberian hak baru
 Objek Pajak pada Bea Materai
 Objek Bea Materai adalah dokumen.
 Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan pihak-pihak yang berkepentingan.
 Dokumen yang wajib dikenakan bea materai :
1. Dokumen yang telah disebutkan dalam UU, seperti Surat Perjanjian, Akta Notaris dan PPAT, Surat yang memuat uang lebih dari Rp 1.000.000, dll.
2. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.




PERTEMUAN 6

 Utang Pajak dan Stelsel Pemungutan Pajak
 Pada dasarnya perikatan lahir karena 2 (dua) hal :
1. Karena perjanjian
Adanya hubungan hukum yang dikehendaki oleh dua belah pihak atau lebih.
2. Karena Undang-undang
Adanya hubungan hukum yang muncul karena Undang-undang.
 Utang Pajak
 Utang Pajak :
Utang yang timbul secara khusus karena negara (kreditur) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya.

 Lahirnya Utang Pajak
Dikenal 2 (dua) ajaran) :
1. Ajaran Material
Utang pajak timbul dengan sendirinya karena terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif.
2. Ajaran Formal
Utang pajak timbul karena perbuatan dari aparatur pajak untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
 Pemungutan Pajak
1. Stelsel Riil (Nyata)
Pengenaan pajak yang didasarkan pada keadaan objek pajak yang sesungguhnya.
2. Stelsel Fiktif (Anggapan)
Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan tertentu.
3. Stelsel Campuran
Pengenaan pajak yang didasarkan pada sistem fiksi yang kemudian ditetapkan berdasarkan keadaan penghasilan yang sesungguhnya diterima.
 Pengenaan Pajak
1. Official Assessment System
Suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. With Holding System
Sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan WP)
 Hapusnya Utang Pajak
 Hapusnya Perikatan
Hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUHPdt
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan
3. Pembaharuan utang
4. Kompensasi utang
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Pembatalan atau batal demi hukum
9. Dipenuhinya syarat batal
10. Daluwarsa
 Hapusnya Utang Perikatan yang tidak bisa dikenakan kepada Pajak
1. Konsinyasi
2. Pembaharuan utang
3. Percampuran utang
4. Musnahnya barang
5. Dipenuhi syarat batal
 Hapusnya Utang Pajak
1. Pembayaran
2. Kompensasi Utang
3. Pembebasan Utang
4. Pembatalan
5. Daluwarsa



PERTEMUAN 7
• Tata Cara Penagihan dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
• Tata Cara Penagihan
• 1. Surat Tagihan Pajak
• Diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan tersebut.
• Diterbitkannya STP ini disertai dengan pengenaan denda sebesar 2% setiap bulan
• 2. Surat Teguran
• Surat yang diterbitkan karena tidak dilaksanakannya kewajiban membayar pajak yang seharusnya dilakukan oleh wajib pajak setelah diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
• Surat teguran bisa disamakan dengan somasi.
• Surat teguran merupakan tindakan awal dari pelaksanaan penagihan pajak.
• Diterbitkan untuk jangka waktu selama 21 (dua puluh satu) hari.
• 3. Surat Paksa
• Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
• Mempunyai kekuatan eksekutorial.
• Disampaikan selambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran diterbitkan.
• 3. Surat Paksa (2)
• Wajib Pajak tidak bisa menolak atas disampaikannya Surat Paksa.
• Namun WP dapat melakukan verzet dalam hal:
1. Surat Paksa disampaikan bukan oleh petugas juru sita.
2. Surat Paksa disampaikan melalui Kantor Pos.
3. Surat Paksa tidak ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
 Surat Paksa disampaikan untuk jangka waktu 2x24 jam.
• 4. Penyitaan
• Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak.
• Dilakukan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak.
• Dilakukan setelah terlewatinya batas waktu selama 2x24 jam.
• Barang2 yang tidak boleh disita :
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya.
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan keluarga dan peralatan memasak yang ada di rumah.
3. Perlengkapan yang bersifat dinas.
4. Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
5. Peralatan dalam keadaan yang masih bisa digunakan untuk melaksanakan pekerjaan dengan jumlah tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan.
• Penyitaan (2)
• Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan barang.
• Larangan melakukan hal-hal terhadap barang yang dilakukan penyitaan. Diantaranya :
1. Memindahkan, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyem bunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang disita.
2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan.
3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu.
4. Merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
• 5. Pengumuman Lelang
• Dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah penyitaan dilakukan.
• Tujuannya :
1. Memberi kesempatan kepada Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada pembeli.
• 5. Lelang
• Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh Pejabat Lelang dengan cara penawaran harga yang didahului dengan pengumuman lelang.
• Sebelumnya dilakukan pengumuman lelang setelah lewat jangka waktu selama 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar