Jumat, 08 April 2011

KEKUATAN BERLAKUNYA HUKUM PIDANA INDONESIA MENURUT TEMPAT

Hand out Mata Kuliah Hukum Pidana

Dosen Pengampu: Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum.

KEKUATAN BERLAKUNYA HUKUM PIDANA INDONESIA MENURUT TEMPAT

Jika di dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mengatur berlakunya hukum

pidana Indonesia menurut waktu (kapan dilakukannya tindak pidana), maka

selanjutnya yang perlu diketahui adalah dimensi tempat atau dimana berlakunya

hukum pidana Indonesia sekaligus juga terkait dengan bagi siapa hukum pidana itu

diberlakukan.

Kekuatan berlakunya hukum pidana Indonesia menurut tempat ini diatur

dalam Pasal 2 s.d. 9 KUHP yang kemudian dikelompokkan menjadi empat asas,

yaitu asas teritorial, asas personal (nasional aktif), asas perlindungan (nasional

pasif) dan asas universal.

Asas Teritorial atau Asas Wilayah

Asas teritorial mengajarkan bahwa hukum pidana suatu negara berlaku di

wilayah negara itu sendiri. Asas ini merupakan asas pokok dan dianggap asas yang


paling tua karena dilandaskan pada kedaulatan negara.


Memang menjadi


keniscayaan dan logis jika suatu ketentuan hukum suatu negara berlaku di seluruh

wilayah negara itu.

Asas teritorial dianut oleh Indonesia dan disebutkan dalam Pasal 2 dan 3


KUHP. Dalam Pasal 2, yang menjadi patokan adalah wilayah


dan tidak


mempersoalkan siapa yang melakukan tindak pidana di wilayah itu. Artinya,

siapapun, baik orang Indonesia maupun orang asing, yang melakukan tindak

pidana di dalam wilayah negara Indonesia maka diberlakukan hukum pidana

Indonesia.

Berdasar Konvensi Paris 13 Oktober 1919, wilayah Indonesia meliputi tanah

daratan, laut sampai 12 mil dan ruang udara di atasnya. Laut sampai 12 mil diukur

dari titik pantai dari pulau-pulau terluar. Jika berbatasan langsung dengan negara

tetangga yang jaraknya kurang dari 24 mil, maka diambil titik tengah sebagai

batasnya. Yang disebut sebagai wilayah Indonesia adalah wilayah negara Indonesia

sesuai dengan yang dimaksud pada waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia yang

meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Wilayah ini kemudian dikukuhkan

dengan UU No. 7 Tahun 1976 yang memasukkan Timor Timur sebagai bagian dari

wilayah Indonesia.

Pasal 3 KUHP kemudian memperluas berlakunya asas teritorial dengan

memandang kendaraan air/perahu (vaartuig) sebagai ruang berlakunya hukum

pidana. Pasal 3 ini tidak memperluas wilayah Indonesia.

Arti harfiyah vaartuig adalah segala sesuatu yang dapat berlayar, yang dapat

bergerak di atas air. Namun berdasarkan hukum internasional, kendaraan air yang

dapat diberlakukan asas teritorial ini adalah kapal perang dan kapal dagang Iaut

terbuka yang diberlakukan ius passagii innoxii (ketentuan yang mengatur suatu

kapal yang lewat secara damai di wilayah laut negara lain).

Semula Pasal 3 KUHP tidak menyebut adanya kapal udara, karena saat KUHP

dibentuk belum dikenal adanya pesawat udara. Namun dengan keluarnya UU

Nomor 4 Tahun 1976 bunyi Pasal 3 ini kemudian diubah menjadi:

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi

setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di

dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Asas Personalitas atau Asas Nasionalitas Aktif

Asas personalitas bertumpu pada kewarganegaraan pelaku tindak pidana.

Artinya, hukum pidana suatu negara mengikuti ke manapun warga negaranya.

Dengan demikian, hukum pidana Indonesia akan selalu mengikuti warga negara

Indonesia ke mana pun ia berada. Dalam KUHP, asas ini diatur dalam Pasal 5 s.d.

7.

Pasal 5 ayat (1) ke-1 menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh

orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia. Di sini

tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan

menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena

1


dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia, maka sejumlah pasal

dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tersebut tetap dapat diberlakukan hukum pidana

Indonesia.

Pasal 5 ayat (1) ke-2 menentukan bahwa hukum pidana Indonesia berlaku

bagi warga negara Indonesia yang di luar Indonesia melakukan tindak pidana yang

dianggap kejahatan bagi hukum pidana Indonesia dan di luar negeri tempat tindak

pidana dilakukan diancam dengan pidana. Angka ke-2 ini bertujuan agar orang

Indonesia yang melakukan tindak pidana kejahatan di luar negeri dan kemudian

pulang ke Indonesia sebelum diadili di luar negeri tidak bebas dari pemidanaan.

Namun demikian, negara Indonesia tidak akan menyerahkan warganya diadili di

luar Indonesia.

Angka ke-2 ini juga membatasii bahwa yang dapat dipidana adalah yang

masuk kategori kejahatan. Artinya, jika ada orang Indonesia yang melakukan

tindak pidana di luar negeri kemudian pulang sebelum diadili di luar negeri, dan di

Indonesia perbuatannya dianggap sebagai pelanggaran, maka tidak akan diadili di

Indonesia.

Ayat (2) dari Pasal 5 memperluas dalam hal penuntutan. Jadi, apabila ada

orang asing yang melakukan tindak pidana di luar negeri kemudian melarikan diri

ke Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia, tidak membebaskan dia dari

penuntutan pidana.

Prinsip keseimbangan dalam asas ini ditunjukkan dalam Pasal 6, bahwa jika di

negara tempat dilakukannya tindak pidana tidak diancam dengan pidana mati,

maka ketika warga negara Indonesia itu melarikan diri ke Indonesia, di Indonesia

juga tidak akan dipidana mati.

Asas Perlindungan atau Asas Nasional Pasif

Asas perlindungan menentukan bahwa hukum pidana suatu negara berlaku

bagi perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar negeri, jika perbuatan tersebut


melanggar kepentingan negara yang bersangkutan. Asas


tersebut juga


diberlakukan di Indonesia, sehingga hukum pidana Indonesia berlaku bagi tindak

pidana yang menyerang kepentingan hukum negara Indonesia, baik yang dilakukan

oleh warga negara Indonesia maupun bukan.

Asas perlindungan ini diatur dalam Pasal 4, 7, dan 8 KUHP, diperluas juga

dengan UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang Kejahatan Penerbangan dan UU Nomor 7

Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi. Dalam KUHP, beberapa tindak

pidana yang dikelompokkan ke dalam asas perlndungan adalah:

a. Kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat Presiden (Pasal 104, 106,

107, 108, 110, 111 bis ke-1, 127, dan 131).

b. Kejahatan tentang merk atau materai yang dikeluarkan oleh pemerinta

Indonesia.

c. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas beban Indonesia

d. Kejahatan jabatan (Bab XXVIII Buku II KUHP)

e. Kejahatan pelayaran (Bab XXIX Buku II KUHP).

Tindak pidana-tindak pidana tersebut dianggap menyerang kepentingan

negara. Oleh karena itu, asas ini tidak berlaku jika terjadi pelanggaran terhadap

kepentingan individu/pribadi warga negara di luar negeri.

Asas Universal

Asas ini diberlakukan demi menjaga kepentingan dunia/internasional, yaitu

hukum pidana suatu negara dapat diberlakukan terhadap warga negaranya atau

bukan, di wilayah negaranya atau di luar negeri. Di sini, hukum pidana

diberlakukan melampaui batas kewilayahan dan personalitas. Siapapun dan di

manapun tindak pidana dilakukan, hukum pidana Indonesia dapat diterapkan.

Beberapa kejahatan yang dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia

berdasarkan asas universal adalah:

a. Kejahatan mata uang yang dikeluarkan oleh negara tertentu (Pasal 4 sub ke-2

KUHP) yang didasarkan pada Konvensi Jeneva 1929.

b. Kejahatan perampokan/pembajakan di laut/udara (Pasal 4 sub 4 KUHP yang

diperbaharui dengan UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang Kejahatan

Penerbangan) yang didasarkan pada Deklarasi Paris 1858, Konvensi Tokyo

1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971.

2


Istisna'

Dalam Pasal 9 disebutkan bahwa berlakunya Pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh

pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum Internasional. KUHP tidak

merinci hukum internasional mana yang membatasi pasal-pasal tersebut. Dengan


demikian, aturan ini cukup luas karena dimungkinkan


adanya perubahan-


perubahan ketentuan berdasar pada hukum internasional.

Pengecualian yang didasarkan pada hukum internasional ini adalah hak

imunitas atau exterritorialitas. Hak imunitas adalah hak yang dimiliki oleh

seseorang terhadap tuntutan pidana dari negara tempat ia melakukan tindak

pidana. Hak imunitas ini didasarkan pada Perjanjian Wina 1961 yang dapat

diberlakukan bagi:

1. Kepala negara asing dan keluarganya

2. Duta besar negara asing dan keluarganya

3. Anak buah kapal perang negara asing

4. Pasukan negara sahabat yang berada di wilayah negara atas persetujuan

negara yang bersangkutan.

Hukum Pidana Supra Nasional

Hukum pidana supra nasional berarti hukum pidana yang berada di "atas"

hukum pidana nasional. Artinya, jika terjadi suatu kejahatan tertentu tidak akan


diberlakukan dengan hukum pidana nasional suatu negara,


akan tetapi


diberlakukan hukum pidana internasional yang didasarkan pada perjanjian-

perjanjian internasional.


Pemberlakukannya didasarkan pada perjanjian internasional


ini mirip


dengan asas universal. Namun perbedaannya, dalam asas universal masih

menggunakan hukum pidana suatu negara, sedangkan dalam hukum pidana supra

nasional tidak lagi menggunakan hukum suatu negara, tetapi menggunakan hukum

pidana internasional.

Hukum pidana supra nasional diberlakukan terhadap pelanggaran HAM berat

yang melanggar hukum humaniter (perang) internasional. Tindak pidana-tindak

pidana yang masuk dalam kategori ini kemudian diatur dalam Konvensi Jenewa

1949 dan Protokol Tambahan I dan II 1977, di antaranya:

a. Perlakuan kejam, penyiksaan, penganiayaan, atau pengudungan

b. Serangan membabi buta terhadap penduduk sipil (non combatan)

c. Pembunuhan, perkosaan, kejahatan seksual, perampokan, dll.

Pengadilan internasional yang pernah dibentuk dengan dasar hukum pidana

internasional ini adalah:

a. International Military Tribunal Ad Hoc Nuremberg 1946

b. International Military Tribunal Ad Hoc Tokyo 1948

c. International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (UCTY)

d. International Criminal Tribunal for the Rwanda

e. International Criminal Court berdasar Statuta Roma 1998

3


Thank you for evaluating AnyBizSoft PDF to Word.

You can only convert 3 pages with the trial version.

To get all the pages converted, you need to purchase the software from:

http://www.anypdftools.com/buy/buy-pdf-to-word.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar