Selamat Datang KUHP Baru Indonesia!
(Telaah atas RUU KUHP Tahun 2004)
Oleh: Ahmad Bahiej*
Abstrak
Untuk keempatbelas kalinya sejak tahun 1964, Rancangan Undang-Undang
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat RUU
KUHP) dibuat. Yang terakhir untuk saat ini, RUU KUHP tahun 2004 telah
digulirkan di lembaga legislatif untuk dibahas. Rancangan ini menggantikan
rancangan sebelumnya, yaitu RUU KUHP tahun 1999/2000. Sebagaimana
dinyatakan oleh Ketua Tim Perumusnya, Muladi, RUU KUHP tahun 2004 ini
lebih maju beberapa langkah daripada rancangan sebelumnya. Ide-ide dasar seperti
pemaafan korban, kategorisasi denda, dan alasan penghapus pidana yang tidak ada
dalam rancangan sebelumnya dimasukkan dalam RUU KUHP tahun 2004 ini.
Artikel ini menelaah RUU KUHP 2004 sekaligus mengkaji tentang ide-ide
dasar yang melatarbelakangi prinsip-prinsipnya. Untuk mempermudah pemahaman
dan pembahasan, analisisnya berangkat dari persoalan pokok dalam hukum pidana,
yaitu tindak pidana, pidana, serta pertanggungjawaban pidana. Sebagai
tambahannya, akan diuraikan juga titik-titik perbedaannya dengan rancangan
sebelumnya (RUU KUHP tahun 1999/2000) serta KUHP (WvS/Wetboek van
Strafrecht).
Kata kunci
: RUU KUHP 2004, pidana,
tindak
pidana,
pertanggungjawaban pidana
A. Pendahuluan
Sejarah pembentukan RUU KUHP 2004 tidak dapat dilepaskan dari
usaha pembaharuan KUHP secara total. Usaha ini baru dimulai dengan
adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada tanggal 11-16
Maret 1963 di Jakarta yang menyerukan agar rancangan kodifikasi hukum
pidana nasional secepat mungkin diselesaikan.1 Kemudian pada tahun
1964 dikeluarkan Rancangan KUHP pertama kali dan berlanjut terus
sampai tahun 2004. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha
pembaharuan hukum pidana secara universal/gobal/menyeluruh ini masih
*
Dosen Jurusan Jinayah Siyasah (JS) Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh program Doktor Ilmu Hukum di Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
1 K. Wantjik Saleh, Seminar Hukum Nasional 1963-1979, (Ghalia Indonesia, 1980),
p. 22.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 6 No. 1, November 2006
2
Ahmad Bahiej: Selamat Datang KUHP Baru Indonesia!...
merupakan sebuah usaha yang belum disahkan menjadi sebuah
perundang-undangan.
Usaha pembaharuan hukum pidana secara menyeluruh ini dapat
dianggap sebagai pelaksanaan atas amanat pendiri bangsa yang implisit
terkandung dalam Pasal II Aturan Peralihan. Jika demikian adanya, maka
implementasi cita-cita pendiri bangsa ini baru dapat dimulai setelah 19
tahun Indonesia merdeka. Dapat dimaklumi bahwa usaha menyusun
KUHP baru dapat dimulai tahun 1964 ini karena selama kurun waktu 19
tahun (1945-1964), kondisi politik dan ketatanegaraan Indonesia yang
belum stabil.
Rancangan KUHP tahun 1964 ini kemudian diikuti dengan
rancangan-rancangan tahun berikutnya, yaitu Rancangan KUHP 1968,
Rancangan KUHP 1971/1972, Rancangan KUHP Basaroedin (Konsep
BAS) 1977, Rancangan KUHP 1979, Rancangan KUHP 1982/1983,
Rancangan KUHP 1984/1985, Rancangan KUHP 1986/1987, Rancangan
KUHP 1987/1988, Rancangan KUHP 1989/1990, Rancangan KUHP
1991/1992 yang direvisi sampai 1997/1998, dan Rancangan KUHP
1999/2000. Sampai saat ini (tahun 2006) Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI telah mengeluarkan RUU KUHP tahun 2004 sebagai
revisi RUU KUHP 1999/2000. Dengan demikian dapat dilihat bahwa
para pakar hukum di Indonesia paling tidak telah membuat Rancangan
KUHP sebanyak 13 kali (termasuk revisinya) selama 40 tahun (sejak tahun
1964 s.d. 2004).
Sebagaimana konsep pendahulunya, RUU KUHP 2004 merupakan
hasil kajian akademis dari tim pakar hukum. Pakar hukum yang tergabung
dalam Tim Perumus RUU KUHP Tahun 2004 ini diketuai oleh Muladi,
seorang guru besar hukum pidana dan mantan Rektor Universitas
Diponegoro Semarang serta mantan Menteri Kehakiman pada masa
pemerintahan Habibie. Tim Perumus ini dibawah koordinasi Dirjen
Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia.2
2
RUU KUHP Tahun 2004 diserahkan kepada Departemen Hukum dan HAM
pada pertengahan bulan Mei 2005. Dari Departemen Hukum dan HAM, RUU KUHP
Tahun 2004 akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
kemudian diserahkan DPR untuk dilakukan pembahasan. Namun menurut Harkristuti
Harkrisnowo, RUU KUHP sebaiknya dilakukan pembahasan lagi karena masih
mengandung pasal-pasal sensitif, seperti tindak pidana pers, masuknya hukum Islam,
hukum adat, dan pornografi. Media Indonesia Online, 17 Mei 2005 diakses 20 Mei 2006.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 6 No. 1, November 2006
Ahmad Bahiej: Selamat Datang KUHP Baru Indonesia!...
3
B. Deskripsi Umum RUU KUHP
Tahun
2004
dan
Perbandingannya dengan KUHP
Ditinjau dari sistematikanya, RUU KUHP Tahun 2004 memiliki
banyak perkembangan yang sangat signifikan dibandingkan dengan
KUHP. RUU KUHP Tahun 2004 ini hanya terdiri dari dua buku, yaitu
Buku Kesatu tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 6 bab dan 208
pasal (Pasal 1-208)3 dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana yang terdiri
dari 35 bab dan 519 pasal (Pasal 209-727).4 Dengan demikian, RUU
KUHP Tahun 2004 tidak membedakan antara kejahatan dan pelanggaran
sebagaimana dalam KUHP (WvS) dan menggantikannya dengan istilah
yang lebih umum yaitu tindak pidana.5
Menelaah substansi RUU KUHP Tahun 2004 setidaknya bertitik
tolak pada tiga substansi atau masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu
masalah tindak pidana, masalah kesalahan atau pertanggungjawaban
pidana, serta pidana dan pemidanaan. Oleh karena itu, RUU KUHP
Tahun 2004 akan ditelaah berdasarkan tiga masalah pokok tersebut di atas.
1.
a.
Tindak Pidana
Dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya
perbuatan, pada pokoknya RUU KUHP Tahun 2004 berdasarkan
pada sumber hukum tertulis sebagaimana yang dianut dalam KUHP
3 Sebenarnya terdapat dua pasal yang bunyinya sama dalam Buku Kesatu tentang
Ketentuan Umum, yaitu Pasal 37 dan 54. Oleh karena itu, jika salah satunya harus
dihapuskan maka jumlah pasal dalam Bukum Kesatu adalah 207 pasal. Bunyi lengkap
Pasal 37 dan 54 adalah seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dibebaskan dari
pertanggungjawaban pidana beredasarkan alasan penghapus pidana jika orang tersebut telah dengan
sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan penghapus pidana tersebut.
4 KUHP (WvS) terdiri dari 3 buku dan 569 pasal, Buku Kesatu tentang Aturan
Umum yang terdiri dari 9 bab 103 pasal (Pasal 1-103), Buku Kedua tentang Kejahatan
yang terdiri dari 31 bab 385 pasal (Pasal 104 s.d. 488), dan Buku Ketiga tentang
Pelanggaran yang terdiri dari 9 bab 81 pasal (Pasal 489-569).
5 Pada awalnya, terdapat dua istilah yang “bersaing” dalam kamus hukum
Indonesia untuk menunjuk pada istilah Belanda strafbaar feit. Para pakar hukum pidana
Indonesia tidak bersepakat dalam terjemahan kata strafbaar feit tersebut. Moelyatno dan
Roeslan Saleh dan murid-muridnya menggunakan kata “perbuatan pidana”, R. Soesilo
menggunakan kata “peristiwa pidana”, sedangkan Sudarto dan murid-muridnya
menggunakan istilah “tindak pidana”. Dalam perkembangan hukum pidana Indonesia,
istilah “tindak pidana” ternyata lebih sering digunakan dalam perundang-undangan.
Khusus mengenai pembelaan Moelyatno, baca Kata Pengantar dalam Moelyatno, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, (tkp: tp., 1978), p. 5-7. Andi Zainal Abidin mengusulkan
agar dalam RUU KUHP Tahun 2004 digunakan istilah “perbuatan kriminal” atau “delik”
yang berasal dari istilah “criminal act” yang juga berlaku di sejumlah negara. Kompas
Online, 24 Maret 2005 diakses tanggal 20 Mei 2006.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 6 No. 1, November 2006
Thank you for evaluating AnyBizSoft PDF to Word.
You can only convert 3 pages with the trial version.
To get all the pages converted, you need to purchase the software from:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar