Jumat, 08 April 2011

Selamat Datang KUHP Baru Indonesia! (Telaah atas RUU KUHP Tahun 2004) Oleh: Ahmad Bahiej*

Selamat Datang KUHP Baru Indonesia!

(Telaah atas RUU KUHP Tahun 2004)

Oleh: Ahmad Bahiej*

Abstrak

Untuk keempatbelas kalinya sejak tahun 1964, Rancangan Undang-Undang

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat RUU

KUHP) dibuat. Yang terakhir untuk saat ini, RUU KUHP tahun 2004 telah

digulirkan di lembaga legislatif untuk dibahas. Rancangan ini menggantikan

rancangan sebelumnya, yaitu RUU KUHP tahun 1999/2000. Sebagaimana

dinyatakan oleh Ketua Tim Perumusnya, Muladi, RUU KUHP tahun 2004 ini

lebih maju beberapa langkah daripada rancangan sebelumnya. Ide-ide dasar seperti

pemaafan korban, kategorisasi denda, dan alasan penghapus pidana yang tidak ada

dalam rancangan sebelumnya dimasukkan dalam RUU KUHP tahun 2004 ini.

Artikel ini menelaah RUU KUHP 2004 sekaligus mengkaji tentang ide-ide

dasar yang melatarbelakangi prinsip-prinsipnya. Untuk mempermudah pemahaman

dan pembahasan, analisisnya berangkat dari persoalan pokok dalam hukum pidana,

yaitu tindak pidana, pidana, serta pertanggungjawaban pidana. Sebagai

tambahannya, akan diuraikan juga titik-titik perbedaannya dengan rancangan

sebelumnya (RUU KUHP tahun 1999/2000) serta KUHP (WvS/Wetboek van

Strafrecht).


Kata kunci


: RUU KUHP 2004, pidana,


tindak


pidana,


pertanggungjawaban pidana

A. Pendahuluan

Sejarah pembentukan RUU KUHP 2004 tidak dapat dilepaskan dari

usaha pembaharuan KUHP secara total. Usaha ini baru dimulai dengan

adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada tanggal 11-16

Maret 1963 di Jakarta yang menyerukan agar rancangan kodifikasi hukum

pidana nasional secepat mungkin diselesaikan.1 Kemudian pada tahun

1964 dikeluarkan Rancangan KUHP pertama kali dan berlanjut terus

sampai tahun 2004. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha

pembaharuan hukum pidana secara universal/gobal/menyeluruh ini masih


*


Dosen Jurusan Jinayah Siyasah (JS) Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga


Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh program Doktor Ilmu Hukum di Universitas

Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

1 K. Wantjik Saleh, Seminar Hukum Nasional 1963-1979, (Ghalia Indonesia, 1980),

p. 22.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 6 No. 1, November 2006


2


Ahmad Bahiej: Selamat Datang KUHP Baru Indonesia!...


merupakan sebuah usaha yang belum disahkan menjadi sebuah

perundang-undangan.

Usaha pembaharuan hukum pidana secara menyeluruh ini dapat

dianggap sebagai pelaksanaan atas amanat pendiri bangsa yang implisit

terkandung dalam Pasal II Aturan Peralihan. Jika demikian adanya, maka

implementasi cita-cita pendiri bangsa ini baru dapat dimulai setelah 19

tahun Indonesia merdeka. Dapat dimaklumi bahwa usaha menyusun

KUHP baru dapat dimulai tahun 1964 ini karena selama kurun waktu 19

tahun (1945-1964), kondisi politik dan ketatanegaraan Indonesia yang

belum stabil.

Rancangan KUHP tahun 1964 ini kemudian diikuti dengan

rancangan-rancangan tahun berikutnya, yaitu Rancangan KUHP 1968,

Rancangan KUHP 1971/1972, Rancangan KUHP Basaroedin (Konsep

BAS) 1977, Rancangan KUHP 1979, Rancangan KUHP 1982/1983,

Rancangan KUHP 1984/1985, Rancangan KUHP 1986/1987, Rancangan

KUHP 1987/1988, Rancangan KUHP 1989/1990, Rancangan KUHP

1991/1992 yang direvisi sampai 1997/1998, dan Rancangan KUHP

1999/2000. Sampai saat ini (tahun 2006) Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia RI telah mengeluarkan RUU KUHP tahun 2004 sebagai

revisi RUU KUHP 1999/2000. Dengan demikian dapat dilihat bahwa

para pakar hukum di Indonesia paling tidak telah membuat Rancangan

KUHP sebanyak 13 kali (termasuk revisinya) selama 40 tahun (sejak tahun

1964 s.d. 2004).

Sebagaimana konsep pendahulunya, RUU KUHP 2004 merupakan

hasil kajian akademis dari tim pakar hukum. Pakar hukum yang tergabung

dalam Tim Perumus RUU KUHP Tahun 2004 ini diketuai oleh Muladi,

seorang guru besar hukum pidana dan mantan Rektor Universitas

Diponegoro Semarang serta mantan Menteri Kehakiman pada masa

pemerintahan Habibie. Tim Perumus ini dibawah koordinasi Dirjen

Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia.2


2


RUU KUHP Tahun 2004 diserahkan kepada Departemen Hukum dan HAM


pada pertengahan bulan Mei 2005. Dari Departemen Hukum dan HAM, RUU KUHP

Tahun 2004 akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan

kemudian diserahkan DPR untuk dilakukan pembahasan. Namun menurut Harkristuti

Harkrisnowo, RUU KUHP sebaiknya dilakukan pembahasan lagi karena masih

mengandung pasal-pasal sensitif, seperti tindak pidana pers, masuknya hukum Islam,

hukum adat, dan pornografi. Media Indonesia Online, 17 Mei 2005 diakses 20 Mei 2006.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 6 No. 1, November 2006


Ahmad Bahiej: Selamat Datang KUHP Baru Indonesia!...


3


B. Deskripsi Umum RUU KUHP


Tahun


2004


dan


Perbandingannya dengan KUHP

Ditinjau dari sistematikanya, RUU KUHP Tahun 2004 memiliki

banyak perkembangan yang sangat signifikan dibandingkan dengan

KUHP. RUU KUHP Tahun 2004 ini hanya terdiri dari dua buku, yaitu

Buku Kesatu tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 6 bab dan 208

pasal (Pasal 1-208)3 dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana yang terdiri

dari 35 bab dan 519 pasal (Pasal 209-727).4 Dengan demikian, RUU

KUHP Tahun 2004 tidak membedakan antara kejahatan dan pelanggaran

sebagaimana dalam KUHP (WvS) dan menggantikannya dengan istilah

yang lebih umum yaitu tindak pidana.5

Menelaah substansi RUU KUHP Tahun 2004 setidaknya bertitik

tolak pada tiga substansi atau masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu

masalah tindak pidana, masalah kesalahan atau pertanggungjawaban

pidana, serta pidana dan pemidanaan. Oleh karena itu, RUU KUHP

Tahun 2004 akan ditelaah berdasarkan tiga masalah pokok tersebut di atas.


1.

a.


Tindak Pidana

Dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya


perbuatan, pada pokoknya RUU KUHP Tahun 2004 berdasarkan

pada sumber hukum tertulis sebagaimana yang dianut dalam KUHP

3 Sebenarnya terdapat dua pasal yang bunyinya sama dalam Buku Kesatu tentang

Ketentuan Umum, yaitu Pasal 37 dan 54. Oleh karena itu, jika salah satunya harus

dihapuskan maka jumlah pasal dalam Bukum Kesatu adalah 207 pasal. Bunyi lengkap

Pasal 37 dan 54 adalah seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dibebaskan dari

pertanggungjawaban pidana beredasarkan alasan penghapus pidana jika orang tersebut telah dengan

sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan penghapus pidana tersebut.

4 KUHP (WvS) terdiri dari 3 buku dan 569 pasal, Buku Kesatu tentang Aturan

Umum yang terdiri dari 9 bab 103 pasal (Pasal 1-103), Buku Kedua tentang Kejahatan

yang terdiri dari 31 bab 385 pasal (Pasal 104 s.d. 488), dan Buku Ketiga tentang

Pelanggaran yang terdiri dari 9 bab 81 pasal (Pasal 489-569).

5 Pada awalnya, terdapat dua istilah yang “bersaing” dalam kamus hukum

Indonesia untuk menunjuk pada istilah Belanda strafbaar feit. Para pakar hukum pidana

Indonesia tidak bersepakat dalam terjemahan kata strafbaar feit tersebut. Moelyatno dan

Roeslan Saleh dan murid-muridnya menggunakan kata “perbuatan pidana”, R. Soesilo

menggunakan kata “peristiwa pidana”, sedangkan Sudarto dan murid-muridnya

menggunakan istilah “tindak pidana”. Dalam perkembangan hukum pidana Indonesia,

istilah “tindak pidana” ternyata lebih sering digunakan dalam perundang-undangan.

Khusus mengenai pembelaan Moelyatno, baca Kata Pengantar dalam Moelyatno, Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, (tkp: tp., 1978), p. 5-7. Andi Zainal Abidin mengusulkan

agar dalam RUU KUHP Tahun 2004 digunakan istilah “perbuatan kriminal” atau “delik”

yang berasal dari istilah “criminal act” yang juga berlaku di sejumlah negara. Kompas

Online, 24 Maret 2005 diakses tanggal 20 Mei 2006.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 6 No. 1, November 2006


Thank you for evaluating AnyBizSoft PDF to Word.

You can only convert 3 pages with the trial version.

To get all the pages converted, you need to purchase the software from:

http://www.anypdftools.com/buy/buy-pdf-to-word.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar